About Me
- reynaldo.antoni
- Kaliurang, Jogjakarta, Indonesia
- seorang pria biasa, yang mencoba memaknai seluruh hidupnya dengan luar biasa....
06 Desember 2009
Penderitaan yang memurnikan hidup
Dengan kata lain, ada dua macam cara menghadapi penderitaan: menderita dengan cinta, dan menderita tanpa cinta. Perbedaan di antara keduanya terletak dalam relasi cinta dengan Tuhan. Dengan mencintai Tuhan kita akan mencintai salib-salib kita betapapun beratnya. Kita patut mencinta sementara kita menderita, dan menderita sementara kita mencinta. Ketika Allah yang baik mengirimkan salib-salib kepada kita, spontan kita biasanya akan menolak, mengeluh, bersungut-sungut, ingin ditempatkan di kotak yang penuh dengan kapas. Padahal, sebaliknya kita harus ditempatkan di dalam kotak penuh dengan duri. Penderitaan yang nyaman, bukan lagi sebuah penderitaan.
YMV menegaskan bahwa hal yang membuat kita sakit dalam memikul salib hanya terjadi pada langkah awal. Langkah awal itu adalah ketika kita takut akan salib-salib kita sendiri. Padahal apapun sikap kita, seberapa keras kita menghindar saliblah yang akan memeluk kita erat-erat. Daripada menghindar, lebih baik cintai salib-salib itu. Salib akan memurnikan diri kita, menyingkirkan segala penghalang di hati, membantu kita melewati hidup, dan yang paling utama salib akan memersatukan kita dengan Kristus. Segala penderitaan itu akan menjadi sangat manis apabila kita menderita dalam persatuan dengan Kristus.
Bagi YMV, menderita hanyalah sekejap saja. Jika kita akhirnya dapat pergi ke surga, pastilah kita akan mengerti nilai masa-masa penderitaan ini. Fitnah, tentangan, hantaman yang dialami YMV dalam pelayanan tidak membuatnya patah arang. Justru, hal-hal seperti itu yang membuatnya semakin merasakan rahmat dan kebahagiaan dalam mencintai salib. Ia selalu percaya bahwa salib-salib itu berasal dari Tuhan sebagai cara kita untuk membuktikan kasih kita kepada-Nya.
Kamu mengatakan bahwa “Tuhan pasti tau kelemahan saya, tapi kenapa Dia selalu menguji saya dengan kelemahan2 saya?” Sahabat, persis di sinilah inti mengapa Tuhan memberimu cobaan. Dalam doa bapa kami memang disebutkan “janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan”. Bagi kita itu adalah pencobaan, tapi belum tentu bagi Bapa. Maka, saya mau mengatakan bahwa saya ingin berusaha memahami apa yang kamu alami. Saya memang tidak bisa berbuat yang konkret, tapi saya akan selalu berdoa untukmu setiap hari agar kamu selalu diberi kekuatan dalam menjalani hidup. There is no such thing as coincidence. Yang ada adalah rencana dan kehendak Allah. Itu yang saya percaya dan akhirnya membuat saya kuat melalui segala ujian dan cobaan. Do you believe it too?
“I guess there’s a plan for all of us. I had to die... twice, just to figure that out. Like the book says, God works in His mysterious ways. Some people like it, some people don’t.” (John Constantine).
01 Desember 2009
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe
Setiap kali ada romo projo jakarta yang sedang ke jogja – entah dengan tujuan apapun – slalu menyempatkan diri untuk mengunjungi kami, para frater yang sedang studi di jogja. Momen ini biasanya kami gunakan untuk “perbaikan gizi” dengan mengadakan makan bersama di luar seminari dengan romo yang bersangkutan. Sesampainya di restoran, kami memesan apa yang menjadi kesukaan masing-masing. Dan saya, apapun makanannya, minumnya selalu teh manis hangat. Yah ini sekali lagi soal selera. Lidah saya selalu mengatakan nikmat kalo setelah makan sedapat mungkin diakhiri dengan segelas teh manis hangat. Kondisi ini pula yang akhirnya menyebabkan salah satu teman saya berkata, “Do, elo gak dimana-mana minumnya teh manis mulu. Ini mumpung ada yang bayarin, pesen yang beda napa???” Saya cuma bisa tertawa sambil mengatakan, “Ini selera cuy, gak bisa didebat, hehehe”.
Bicara tentang minum meminum, minuman apa sih yang paling kita suka? Adakah efek yang disebabkan oleh minuman itu? Efek positif atau negatif? Orang bilang minum air hangat (daripada dingin) setelah makan akan menurunkan resiko penyakit jantung. Ada lagi yang bilang bahwa minum alkohol terlalu banyak akan menurunkan tingkat kesadaran kita (baca: mabok). Malah ada juga yang bilang bahwa lebih baik tidak makan dari pada tidak minum.
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe. Peribahasa jawa ini dalam bahasa indonesia kira-kira berarti: hidup itu seperti mampir minum. Konon peribahasa ini muncul dari sebuah kebiasaan dalam keluarga jawa. Setiap keluarga dalam kebiasaan jawa biasa menyediakan gentong air di depan rumahnya. Tujuannya sebagai pelepas dahaga bagi para pejalan kaki yang lewat di situ. Mereka dapat sejenak berhenti untuk istirahat dan mampir untuk minum dengan gratis. Jika kebetulan si empunya rumah melihat, bisa jadi akan diajak masuk dan disuguhi lebih dari sekedar air minum. Setelah puas minum, si pejalan kaki akan kembali melanjutkan perjalanannya.
Saat ini agaknya sulit untuk melihat kebiasaan tersebut, bahkan di masyarakat jawa sekarang sekalipun. Pertama, sudah jarang terlihat orang yang berjalan kaki untuk jarak yang jauh. Kedua, rumah-rumah skarang sudah dibentengi dengan pagar tinggi sebagai simbol ketidakpercayaan seorang terhadap yang lain. Ketiga, sekarang ini mana ada hal yang gratis. Bahkan untuk mendapat air bersih pun harus membayar. Tetapi di balik itu, bukan berarti semangatnya tidak bisa kita tiru untuk saat ini.
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe. Hidup itu seperti mampir minum. Yaa, betul. Hidup itu hanya sekedar mampir minum. Hidup hanya untuk sementara sebab nanti kita pun akan kembali melanjutkan perjalanan kita bersama Allah. Maka pertanyaannya, adalah apa yang kita minum selama kita mampir itu?
Kualitas hidup kita nantinya akan dipengaruhi oleh apa yang kita “minum”. Tentu banyak hal yang bisa kita “minum” di dunia ini. Mau “minum” air yang ditawarkan dunia, yang seringkali malah bikin haus dan ketidakpuasan? Atau, “minum” dari Sang Air Kehidupan sendiri?
17 November 2009
Membiarkan diri dikasihi oleh Allah
Saya pernah memutuskan untuk menyiapkan sebuah hadiah untuk seorang teman yang berulang tahun. Kebingungan terjadi karena saya tidak tahu mau memberi apa. Akhirnya saya memutuskan untuk memberinya sebuah buku, hadiah yang biasa. Saya beli di gramedia, dibungkus, lalu diselipkan kartu ucapan. Habis perkara. Sekarang hadiah itu tinggal menunggu untuk diberikan.
Saya juga pernah ulang tahun dan diberi banyak kado. Peristiwa menerima kado adalah hal yang paling menyenangkan pada hari ulang tahun. Namun, seringkali apa yang diharapkan tidak sesuai dengan isi kado yang saya terima. Pernah suatu kali saya diberi sebuah kemeja dengan ukuran M!! Padahal jelas-jelas badan saya ekstra large begini.. mana muat??? Yaah daripada dibuang, akhirnya kemeja itu hanya tergantung di lemari, menunggu untuk disumbangkan kepada orang yang membutuhkan.
Dalam hidup ini selalu terjadi peristiwa take and give, memberi dan menerima. Mana yang lebih mudah, dan mana yang lebih sulit? Banyak orang bilang memberi adalah hal lebih sulit karena seseorang harus keluar dari dirinya sendiri dan berpikir untuk berbuat bagi orang lain. Sebaliknya, sikap menerima sering dianggap sebagai perbuatan yang mudah. Orang yang hanya cukup bersikap pasif, tanpa perlu mengeluarkan usaha yang keras.
Dalam permenungan akhir-akhir ini saya menemukan bahwa ternyata menerima justru lebih sulit dibandingkan dengan memberi. Hal itu dikarenakan tindakan menerima adalah menyesuaikan apa yang ada di kenyataan dengan apa yang “seharusnya” di otak kita. Kita mendamaikan keduanya itu. Dalam peristiwa memberi, ide kitalah yang menentukan realita, sehingga memang terkesan lebih mudah. Kita dengan bebas menentukan apa yang terjadi dalam kenyataan. Sebaliknya, dalam peristiwa menerima, realitalah yang menjadi tuan atas idealisme di kepala kita. Mau tidak mau, jika terjadi ketidakcocokan antara keduanya itu, maka idealisme kita yang harus dikalahkan.
Dalam kaitannya dengan iman, Allah bertindak sebagai yang pemberi kado. Setiap hari Ia memberikan kita kado. Sebagai pihak pemberi, kado itu adalah representasi dari pikiran Allah. Kita biasanya mengharapkan kado yang sesuai dengan idealisme kita, tetapi tetap saja Allah yang menyiapkan dan membungkus kado itu sesuai kehendak-Nya. Maka, bisa saja saya mengalami hal yang sama dalam kasus ini. Saya mengharapkan diberi celana oleh Tuhan, eeeh.. ternyata saya mendapatkan kemeja salah ukuran.
Yang saya maksud kado di atas adalah pengalaman hidup. Pengalaman-pengalaman itu seringkali terjadi mengejutkan dan tidak kita kira. Pengalaman itu adalah kado dari Tuhan yang disiapkan sesuai dengan kehendak-Nya yang paling baik. Tetapi karena idealisme kita, seringkali pengalaman yang terjadi tidak sesuai dengan harapan. Di sinilah peristiwa menerima itu hadir. Membiarkan diri dikasihi oleh Allah adalah menerima bahwa sepanjang hidup ini, kita diajak untuk menerima kasih dan kehendak Allah. Hal ini sulit dan seringkali orang tidak menyadarinya. Manusia sulit menerima pengalaman yang tidak sesuai dengan harapannya.
Akhir dari tulisan blog ini tertumbuk pada sebuah pertanyaan reflektif. Ketika Allah memberikan kado lewat peristiwa-peristiwa yang kita alami – baik yang sesuai atau tidak sesuai dengan harapan, sikap manakah yang kulakukan selama ini? Membuang kado itu? Atau, menerima kado itu dan menyimpan isinya? Tuhan memberkati.
12 November 2009
My life begins at 22, when was yours?
Suatu kali saya membaca sbuah buku tentang St. Paulus. Ada satu kalimat yang begitu inspiratif buat saya. Hidup Paulus yang sesungguhnya baru mulai pada usia 24 tahun. Persis saat ia mengalami penampakkan Kristus yang bangkit di Damsyik. Sebelumnya ia menjadi orang yang menghabisi orang-orang kristiani pada jaman dulu. Setelahnya, ia menjadi seorang kristiani yang justru memegang peranan penting dalam sejarah Kristianitas. Hidup selama 24 tahun pertamanya adalah sampah. Selama itu ia hidup tanpa roh dan penuh dengan kekeringan. Intinya, 24 tahun pertama itu adalah hidup Paulus untuk kepentingan diri sendiri, dan cukup! Setelah itu, sepanjang sisa hidupnya ia persembahkan untuk Allah. Bagi paulus, life begins at 24.
Membaca kalimat-kalimat itu spontan membuat saya bertanya-tanya. When i start to begin my life? Pada umur berapa saya mulai menghidupi hidup yang sebenarnya? Lalu, saya langsung teringat ketika saya pun juga mengalami titik balik dalam hidup seperti yang Paulus alami. Hal itu terjadi ketika saya menginjak akhir semester 6 saat masih kuliah filsafat. Saat itu saya berumur 22 tahun. Lebih spesifik lagi pada momen retret akhir tahun tingkat 3. Ketika itulah saya menyadari hal yang Paulus alami. Dalam retret kala itu, saya berefleksi lebih realistis dan menerima segala hidup saya apa adanya. Ya, menerima segala luka-luka dan sakit yang selama itu ada berkat pengalaman masa lalu. Saya tidak berusaha untuk menekan dan bersikap seolah-olah pengalaman itu tidak ada. Tetapi justru sebaliknya. Akhirnya semua bermuara pada cara kita memandang sesuatu. Terutama terhadap banyak hal-hal di dunia ini tidak bisa kita pilih. Atau bisa juga ketika karena sesuatu hal akhirnya membuat kita jatuh kepada pilihan yang salah. Kita tidak bisa memilih untuk lahir dengan rupa seperti apa, lahir di keluarga siapa, dari orang tua siapa, dengan keadaan yang bagaimana, dan hal-hal lain yang terjadi begitu saja tanpa bisa kita atur. Pilihan yang bisa kita buat justru terletak pada cara kita memandang segala hal itu. Maka, kita bisa saja terus mengeluh terhadap keadaan, tidak puas, murung, dan selalu memaki-maki mengapa kehidupanku tidak sebaik orang lain. Tetapi, kita juga bisa memilih bersyukur atas keadaan itu.
Sejak saat itulah, pada umur yang ke-22 saya menyadari bahwa kini hidupku bukan lagi soal kepentingan diri sendiri. Bukan lagi soal mencari apa yang baik, apa yang enak, dan apa yang menyenangkan bagiku. Having fun melulu tanpa sebuah konsekuensi. Saat itu pula saya mengatakan cukup! Tidak mau lagi mencari kesenangan-kesenangan sesaat, santai dan sebagainya. Cukup! Dan selanjutnya hidupku kepersembahkan untuk Allah semata. Maka, pertanyaan yang sama saya lontarkan kepada anda yang membaca blog ini: My Life Begins at 22, when was yours?
23 Oktober 2009
Janganlah hidup dengan percuma..
Setiap detik dalam hidup adalah anugerah dan kesempatan dari Tuhan. Tugas kitalah untuk menjadikan setiap detik itu bermakna sampai akhirnya menghasilkan buah di hari depan. Jangan sampai membiarkannya berjalan begitu saja dan tidak menghasilkan buah. Tuhan akan menebang detik kehidupan itu sebelum kita menyadarinya........ sudah terlambat.... Don't waste your life..
27 September 2009
Bike Against Gravity ... tour de coolriver (Kaliadem)
Minggu keempat bulan september!!! Horaaaay!!. Akhirnya bisa bersepeda lagi. Kali ini gw, soni n rafael berencana untuk bersepeda ke arah utara. Lokasi tepatnya adalah Kaliadem, persis di kaki gunung merapi. Brangkat dari seminari direncanakan pukul 5 pagi. Naaah, begitu pagi2 itu datang, weker gw bunyi. 04.40 WIB. Pas bangun, alamaakk.. dingin bangeett.. Sempet berniat untuk membatalkan aja acara ini dan melanjutkan tidur. Eh, gak berapa lama, rafael buka kamar gw sambil nanya, “do, jadi ga?” .... “jadi2!!! Brangkat jam 5 yeee”. Selese ngomong begitu, langsung gw bangun dan mandi!! Ya mandi, biar badan gw semuanya ikutan bangun.... hehehe, kecuali si alfonso yang tetap tidur nyenyak ^^.
Okaaay... jam 5.15 segala sesuatunya siap. Ban udah dipompa. Badan pun udah peregangan. Gowes menuju Kaliadem!!! Keluar dari seminari, ternyata banyak juga orang-orang lain yang bersepeda menuju ke atas. Ada juga satu bapak2 yang akhirnya ikut di belakang konvoi gw, soni, n rafael... Brrrrrr.... bujud buset, dingin abis udaranya. Kalo gw taksir, kira2 24 derajat celcius...Akhirnya, keberangkatan kali ini sukses membuat gw keringetan. Udah gitu, paha dan betis gw kali ini gak bisa diajak kompromi. Begitu sampe Gereja Pakem, kira-kira 6 Km dari Seminari, paha dan betis gw itu udah minta istirahat.... maaak!!... gak ada variasi jalan kecuali tanjakan, tanjakan dan tanjakan!! Yaaah, akhirnya di persimpangan menuju kalikuning, gw ama soni beristirahat sebentar.. hehehe
Perjalanan rute berikutnya bukannya makin enteng, melainkan makin wueedaaann!!! Dari jalan raya, kami masuk ke jalan desa yang kecil. Kadang2 kami menemui juga aspal yang gak halus, bolongan di sana-sini... Dan yang jelas masih berupa tanjakan. Kali ini tidak landai seperti sebelumnya. Sudut kemiringan makin lama makin besar.. antara 45-50 derajat... Saking keselnya ama tanjakan ini, gw, soni n rafael selalu menamakan tanjakan2 yang akan kami taklukan. Tanjakan ngehe, tanjakan bastard, tanjakan ngepet, tanjakan gila... dan nama-nama lain yang sebenernya merupakan makian hehehehe ^^.
Selama hampir satu setengah jam di jalan, ko gak nyampe-nyampe yaah? Pada awalnya tanjakan-tanjakan itu bisa gw lalui tanpa turun dari sadel. Gowesss terusss!! Akhirnya kaki gw sampe juga pada keterbatasannya..... Akhirnya, gw memutuskan juga untuk TTB (tuntun-tuntun bike) hehehe... kadang-kadang gw juga buat lucu2an. “Rafael, lo kalo bisa naklukin nih tanjakan, gowes ampe atas.. Gw traktir sarapan di atas”... akhirnya dia langsung gowes... dengan penuh semangat... dan........... akhirnya dia turun, dan TTB juga jiakakakakakaka^^... untung gagal, kalo dia lewatin, bisa mampus gw. Gw cuma bawa duit 10rb doang hahahaha...
Sempat satu kali paha gw kram, tegang dan terpaksa istirahat lagi. Dan saat itu kepikiran jg buat nyerah, udah, terus balik turun ke seminari.... Eh, gak taunya soni ngomong, “udah, gak usah balik yee... tanggung udah sampe sini”.. wah tu anak ko bisa baca pikiran gw yaa??? YOOOSSSHH!!! Akhirnya gw bertekad, gw harus sampe finish!!! Meskipun berat, gw selalu berpikir, “paksa, paksa, ayo dipaksa, dikit lagi!!!” Gimana pun caranya harus sampe, meskipun harus TTB.. GANBATTE!!!.... Dan akhirnya sekitar jam 08.30 WIB perjalanan kami sampai pada tujuannya!!! Haaaaaahhh.... akhirnya.. Ternyata view, suasana, udaranya semuanya menyegarkan, menyejukan!!! Gw dengan jelas bisa ngeliat gunung merapi, tanpa terhalang suatu apapun. Ada satu hal yang gw pikirkan begitu sampai tempat tujuan... Kalo aja tadi gw nyerah, gw gak akan mengalami kebanggaan dan kepuasan seperti ini. Perjuangan keras dan berat terbayar dengan jumlah yang tak terhingga dengan kepuasan itu.... ini yang gw namakan ejakulasi bersepeda!!!^^. Maka, janganlah sekali-kali menyerah, karena lo gak akan tau apa hasil yang menunggu lo di depan. Jangan terpaku pada kelemahan.. lampauilah diri sendiri. Paksa!!!... dengan begitu diri kita juga akan
diupgrade menjadi lebih kuat dan tangguh!!
Sampe di sana akhirnya makan dulu... Saking lapernya dan menunggu makanan yang sedang dibuat, gw ngemil pisang dulu.. Waaah, gw ngabisin tiga pisang... gak kerasa. Kelar makan, langsung foto sesi hehehehe. Naik dulu ke tempat yang lebih tinggi, trus poto2 dah ampe puas... Terus terang, begitu udah sampe atas, gw enggan untuk balik turun.. Rasanya, enak banget!!! Anginnya seger, sepoi2.. pemandangannya bagus... Tapi, ya gimana, harus pulang juga. Apalagi pulangnya adalah hadiah bonus dari perjalanan ini... iya!!!! Turunan!!! Sepanjang jalan adalah turunan sampe seminari!!! Asiiiiiik!!!... Langsung tancap, tanpa di gowes, sepeda gw sempet menyentuh kecepatan 63 Km/jam wahahahaha... akhirnya, 45 menit kemudian, sampe juga di seminari... wuiiiihhh... PUASSSS!!! Thx GOD!!! ^^
Kaliurang – Kaliadem – Kaliurang
Waktu total: 05.15 – 10.30 WIB
Jarak total (PP) : 48,71 KM
Avg speed: 17,8 Km/Jam
Top speed: 63 Km/Jam
22 September 2009
Menghakimi dan Dihakimi... ???
7:1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.
7:2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.
7:3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?
7:4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu.
7:5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."
Manusia itu emang paling gampang menilai. Menilai apapun, khususnya menilai tentang kepribadian orang lain. Biasanya hal nilai-menilai ini kita gunakan kalo ketemu orang baru, kenalan baru atau malah orang lama yang belum begitu di kenal. Proses penilaian juga menjadi sebuah acuan nantinya untuk memperlakukan seseorang. Kan gak mungkin kita bersikap kasar sama orang yang memang sifatnya halus, ato sebaliknya.
Tapi terkadang pula, penilaian ini bisa menipu. Kenapa? Yaah, karena tak jarang manusia itu memakai topeng-topeng dalam hidupnya. Bisa jadi topeng-topeng itu menghasilkan banyak kepribadian dalam satu orang yang sama. Di kantor berbeda dengan di rumah.. Di depan suami ato istri berbeda dengan di depan teman-teman karib, dan sebagainya. Akibatnya orang seringkali menilai seseorang, lalu salah dalam memperlakukannya.
Sebenernya ayat di atas itu ayat asal pilih waktu gw berdoa. Tiba-tiba gw jadi inget pengalaman gw sendiri. Kita diminta untuk jangan sekali-kali menghakimi orang. Dan yang menjadi dasar adalah pertanyaan Yesus sendiri, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?”. Hal yang paling sensitif dan paling menyakitkan orang adalah masalah kejujuran. Orang seringkali di cap tidak jujur hanya karena sekali kebohongan yang mungkin baru sekali ia buat selama hidupnya. Ini namanya menggeneralisir. Padahal yang perlu adalah, sebelum menilai orang itu tidak jujur.. sepantasnya kita melihat diri sendiri. Apakah kita juga sudah dapat jujur terhadap diri sendiri dan orang lain??? Kalo belum maka lebih baik kita ingat kata-kata Yesus saat menyelamatkan wanita berzinah “barangsiapa yang tidak berdosa, lemparlah batu ini untuk pertama kali”.... Jika ada seseorang yang benar2 selalu jujur dalam hidupnya, maka pantaslah dia untuk menilai orang yang tidak jujur.
Oia, perlu diketahui bahwa perlu dibedakan antara nilai dan prinsip. Nilai bersifat relatif sesuai dengan konteksnya. Sedangkan Prinsip sifatnya tetap walau apapun yang terjadi. Keduanya bergerak bersamaan. Nilai selalu mengacu pada prinsip. Kejujuran letaknya dimana??? Prinsip atau nilai?? .... kalo anda menjawab prinsip, maka anda salah. Kejujuran adalah nilai. Kehidupan, cinta kasih itu adalah prinsip. Apa jadinya jika anda jujur tapi dari situ menyebabkan kehilangan seseorang yang anda kasihi??? Lagipula, kejujuran yang berlebihan akan mengakibatkan kenaifan, dan akan membawa banyak masalah ke depannya. Apapun nilainya, prinsip tetap menjadi acuan...
So?? Janganlah cepat-cepat menghakimi orang lain, seolah-olah kehidupannya sudah habis dan tanpa harapan.. Ingat blog gw sebelumnya?? BENCI PERBUATANNYA, (Tetap) CINTAI ORANGNYA... GBU. ^^
21 September 2009
Tidur sekamar bareng Uskup... hihihi ^^
“kamu ini siapa?”
“aldo, romo....”
“trus yang kemaren itu siapa?”
“Yuyun, romo”
Langsung beliau tergeletak tidur lagi. Gw juga langsung siap2 tergeletak tewas di sebuah sofa panjang yang terletak di samping kanan bed mgr. Udah gitu lampu tidur kamarnya dinyalain, dan letaknya persis kurang lebih 1 meter di atas kepala gw. Mgr mah enak nutupin matanya pake anduk kecil. Laah, gw?? Hehehe, terpaksa merem terang.. ^^.
Jam 12, gw terbangun karena denger suara bel. Ternyata Mgr yang mencet buat manggil perawat. Gw sebenernya ngantuk bangeet, jadi pengen lanjut tidur. Eeehh, begitu denger suara perawatnya, entah kenapa ko gw kaya ada di surga... waaaaahh, suaranya halus banget (dengan sedikit medok2 jawa hehehe)... waduuh, akhirnya gw bangun jg, pengen liat tampangnya. Dan bener, perawatnya juga lucu hihihihihi. Gw cuma diem aja, dan lupa nanya namanya. Saking terpananya kali ya hehehe.. Di situ Mgr mau buang air kecil, tapi karena sulit bangun yaaaa, pake pispot. Pispotnya dipasangin ama suster lucu itu.... MAUUU!!!! Hahahaha ^^. Maka berlangsunglah proses Mgr pipis di pispot. ................ gak keluar2 hahahahaha. Trus susternya keluar ruangan dulu. Gak berapa lama, Mgr mencet bel lagi.. teeeett.. Susternya dateng dengan mesam-mesam sambil bilang, “wah romo, ternyata malu ya? Saya harus keluar dulu baru bisa pipis...” Jiakakakakaka, dalam ati gw ketawa. Lucu juga hahahahaha.. Kalo gw mah, gak perlu susternya keluar, bahkan bisa bikin susternya gak mau keluar ruangan,,,.. jaiahaahahaha norak mampuss!!! Abis itu gw bantuin Mgr untuk minum. Dan... tidur lagi...
Jam 2 pagi.. sial!! Gw terbangun lagi karena dengar suara bel. Wah, pasti Mgr yang mencet nih. Nah, demi sigapnya gw langsung aja keluar, belagak nyari suster. Passss bangaaaad!!! Gw ketemu ama suster lucu itu tadi. Langsung gw kasi kode yang artinya “ter, ter, masuk dooong” hahahaha... Akhirnya gw masuk duluan, dia nyusul di belakang. Pas masuk, gw ngeliat Mgr tidur dengan pulasnya. Lah kok begini?? Bukannya tadi beliau ya yang mencet bel??? Suster lucu itu langsung ngeliat ke gw dan kasi bahasa isyarat menunjukkan bahwa Mgr itu lg tidur pulas (tangan di pipi). Lah, terus bel tadi dari sapa.... hahahahaha. MALUUUUU!!! Ternyata dari kamar lain... hahahahahaha!!!.. asli gw tengsin abis. Ya udah, gpp. Gw bilang aja terima kasih. Dan skali lagi gw lupa nanya namanya.. asemm.... hihihihi.
Jam 5. Bangun.. dan gw memutuskan untuk balik lagi ke seminari. Gw pamit ama Mgr, dan dia ngucapin terimakasih... Pagi2.... dingin bangeett...
Dari pengalaman ini gw menemukan beberapa hal....
1. Dengan berkata iya, ternyata banyak hal gak terduga bisa kita dapatkan. Entah pengalaman yang seru seperti pengalaman gw ini, atu sebaliknya. Hmm.... jadi inget film YES MAN... Apa jadinya ya kalo temen gw minta tolong trus gw bilang “aduh ngga deh, orang lain aja”. Bisa jadi gw hanya melalui malam seperti biasanya. Tidur di kamar ditemani the beatles yang nynyi ampe pagi..
2. Ternyata gw masih sulit buat mulai percakapan ama orang baru... Laaah, ada suster lucu gitu buat dijadiin temen baru, nanya nama aja lupa mulu. Hahahahaha ^^
20 September 2009
Lebaran 2009... The Art of Doing Nothing...
Seminari jadi sepi karena penghuninya pada ilang-ilangan. Lalu bukan berarti gw jadi kesepian. Justru!!! Gw sangat2 menikmati nih saat2 seperti ini. Untuk sementara gak ada orang yang teriak2. Meskipun peran teriak2 itu digantikan sementara oleh 1 anjing bodoh di seminari ini... (bikin gw bangun jam 1 pagi gara-gara nantangin ribut anjing tetangga, tapi ga berani nyamperin, payaaah!!!). Kedua, soal makanan. Ya... ada peningkatan kualitas makanan. Pada hari biasa makanannya itu sederhana, tapi cukup enak. Nasi, tempe/tahu, ama sayur. Tapi ketika hari minggu kemarin, WOOWW!!! Saat sarapan bertemu dengan daging!! Hahahaha, suatu mukjizat yang jarang terjadi. Siang, ada jus jambu!! Plus buah pepaya. Hihihihihi.. Ketiga, sarana balas dendam. Di kampus, yang letaknya seblah seminari, disediakan ruangan komputer dengan koneksi internet. Tapi sayang, kecepatan internet 100 Mbps tidak dibarengi dengan kecepatan PC-nya. Lagipula PC hanya ada 6 unit untuk ratusan mahasiswa yang kuliah di sana. Naaah, ini kan libur... jadi kampus kosong. Kebetulan kunci ruangan itu dipegang ama temen gw yang juga memilih untuk stay di seminari slama liburan ini... hiyaaaa!!! Hajar bleeeh!!. Langsung gw ambil laptop gw, dan colok pake koneksi LAN-nya... dan semena-menalah gw.. Dari donlot, chat, upload, dan segala hal yang berhubungan dengan internet. Hahahaha... Terakhir, penyaluran hobi. Setelah pada hari biasa berkutat dengan buku-buku, sekarang saatnya untuk penyaluran hobi. Saat libur acara harian seminari jadi agak longgar. Yang wajib sih Perayaan Ekaristi sama makan, sisanya atur sendiri. Maka, gw bisa sepedaan sepuasnya, nyuci sepuasnya (gak ngantri lagi) dan... gw bisa bikin aransemen lagu dengan tenang... haaah, what a holiday...
Begitulah, the art of doing nothing yang sangat menyenangkan... hehehehe ^^
18 September 2009
Benci perbuatannya, (tetap) cintailah orangnya.
Tapi sore ini, gw blajar satu lagi tentang salah satu nilai Kristiani. Iya... sejahat dan seburuk apapun seseorang, bencilah hanya kepada perbuatannya, bukan orangnya. Kalo gw inget-inget lagi, sebenernya Yesus pun udah memberikan banyak contoh soal nilai ini.. lupa? Ya udah, gw bantu ingetin deh. Misalnya aja Yesus bergaul dengan orang-orang (yang dianggap berdosa). Coba lihat di kitab suci, dan ingat2 berapa banyak kisah mengenai Yesus mengampuni orang berdosa yang berbuat jahat dan meresahkan masyarakat waktu itu. Pemungut cukai, wanita berdosa, sampai Yudas Iskariot.. Para pemungut cukai dan wanita pezinah, kita pun tau dosa apa yang ada pada mereka? Tetapi apa yang Yesus perbuat? Ia mengajak mereka untuk bertobat dan tidak berbuat dosa lagi, dan akhirnya tetap menerima mereka selayaknya seorang manusia. Yesus mengutuk dosanya, tetapi tetap mengasihinya orangnya.Lalu Yudas? Iya yudas, yang mengkhianati Yesus itu!!! Sejak awal Yesus sudah tau siapa yang mengkhianati dia... Dan sekali lagi, Yesus mengecam pengkhianatannya, bukan orangnya. Atau, contoh perumpamaan yang paling pas adalah kisah tentang anak hilang yang kembali... Coba ingat, apa yang dilakukan sang bapa setelah anaknya menghambur2kan hartanya di luar lalu tanpa malu kembali ke rumah? Apakah ia marah? Ngamuk? Gak mengakui anaknya lagi?? Tidak... justru sebaliknya, sang bapa malah bersyukur anaknya pulang, dan memestakan anaknya tanpa mengingat kesalahan yang telah diperbuat oleh anaknya itu....
Trus gimana dengan kita? Kadang2 reaksi spontan kita yang muncul kalo ada seorang yang ngeselin, biasanya pasti langsung jengkel, marah atau benci setngah mampus. Dan seringkali yang kita jengkeli atau marahi bukan perbuatannya, tetapi malah orangnya yang kita musuhi... Atau yang lebih parah kita malah merencanakan balas dendam. Yaaah, kalo gitu lingkaran benci-membenci ini gak akan selesai.. Trus siapa yang bisa menghentikan lingkaran itu?? Kalo bukan kita sapa lagi??? Lagipula siapa sih yang gak pernah berbuat salah???? Maka, sekarang coba deeh dibalik. Kita kutuk perbuatannya, tapi tetap mengasihi orangnya. Jika ada orang berbuat salah kepada kita, yaaa kasi taulah baik2... kalo kita punya hak untuk menasihatinya, dengan hukuman atau wejangan, berilah secukupnya. Sesudah itu perlakukan dia kembali sesuai asalinya dengan penuh kasih... Argumen ini pulalah yang menjadi landasan mengapa kita harus menolak hukuman mati.... siapapun dan apapun agamanya.
10 September 2009
Ngamen - kebodohan membawa rahmat
Malam ini juga menjadi pengalaman yang baru buat gw. Knapa? Gw ngamen ama beberapa anak KMK-KAJ. Iya, akhirnya jadi juga tu ngamen. Sebenernya rencana jalan jam setngah 4 sore, tapi jadi mundur jam setngah 6. Ya udah akhirnya gw bawa gitar gw, trus ngajak Sony. Abis itu ngumpul di deket UGM. Latian-latian lagu dulu sebentar. Yang siap untuk dimainkan adalah, Your Call – Fall for You (secondhand serenade), trus I’m Yours (Jason Mraz). Nah tapi selama perjalanan muncul lagu2 baru yang bisa dimainin. Macam: Pilihanku – Maliq, Ceria – Jrocks, trus sama Laskar Pelangi – Nidji. Hahahahaha. Seru-seru. Yang bener2 parah emang muka temboknya itu. Udah gitu, gw pake bajunya rapi bet kaya mo rapat. Pake kemeja, ama celana jeans... hehehehe... Akhirnya setelah keliling2 selama 1 jam.. dapet duit 30rb. Jiaahahahahah, lumayanlah, buat nambah2.
Kamis, 10 September 2009
Pagi ini ada satu mata kuliah yang dosennya bisa membuat gw ketawa ngakak. Ketika gw sedang asik-asiknya mencatat dan menandai kalimat2 penting di diktat dengan stabilo, tau2 dosen ini nyertain pengalaman lucunya. Lalu dia ngomong, “suatu kali saya mau ke semarang mengunjungi rumah teman saya. Dari rumah saya mengendarai motor untuk naik kereta dari stasiun tugu jogja. Motor saya inapkan di sana. Begitu naik kereta, kok saya merasa kaki saya dingin sekali, tapi cuma yang sebelah kirinya. OOOhh... tak kira karena usia, memang saya sudah tua.. Tapi pas saya liat ke bawah, waaaah!! Ko sendalnya beda???!! Waaaaah pantes aja kakinya kok dingin”.... Spontan gw ketawa ngakak.. Gimana ngga? Maaan!!! Dia kan naek motor, knapa gak sadar sejak itu?? Malah udah di kreta, mo brangkat lagi. Trus dia lanjutin…“Begitu sampai di semarang, eeeh, ternyata dibelikan sepatu baru.. Sebuah Kebodohan yang membawa rahmat... hehehehe”. Hmm… Kebodohan membawa rahmat… seperti Sengsara membawa nikmat gitu yaaa??? hahahaha
02 September 2009
Jalan Panggilan, sebuah monopoli?
Yohanes Babtis Maria Vianney dilahirkan pada tanggal 8 Mei 1786 di Dardilly, sebuah dusun dekat Lyons, Perancis. Rumah keluarga Vianney telah dikenal orang dari generasi ke generasi sebagai rumah orang miskin, sebagai wisma pada pengemis yang berkelana. Orangtua Yohanes Maria adalah Matius dan Maria Beluze. Matius adalah orang yang saleh dan amat jujur meski pada saat itu korupsi merajalela di Perancis. Maria menonjol dalam keutamaan-keutamaan, kelemah-lembutan dan kasih sayang yang memancar dari lubuk hatinya yang terdalam, sungguh pantas menjadi ibu seorang kudus. Usianya baru delapan belas bulan ketika Yohanes Maria telah belajar mengatupkan kedua tangan mungilnya dalam doa dan mengucapkan nama Yesus dan Maria.
Menarik jika disimak melalui kisah kecil St. Yohanes Maria Vianney. Bisa disimpulkan bahwa panggilan menjadi seorang calon imam juga ditentukan oleh situasi lingkungan keluarganya saat seseorang dibesarkan. Yohanes Maria Vianney, terpanggil menjadi imam karena mungkin suasana keluarganya mengondisikan seperti itu. Keluarganya sederhana, saleh. Dan secara gak langsung hidup santo ini di masa kecilnya terpelihara dengan baik.
Timbul pertanyaan kritis dari diri gw. Bagaimana dengan mereka yang sedari kecil hidup di dalam keluarga yang tidak harmonis, dan segalanya berkebalikan dengan suasana keluarga santo? Apakah rahmat panggilan imam/biarawan-biarawati juga ada bagi mereka, yang berasal dari keluarga berkelebihan dan/atau tidak harmonis? Pengalaman gw berbicara, kalaupun ada, biasanya mereka tidak akan bertahan lama di dalam jalur panggilan menjadi imam. Contoh kasus? Salah seorang sahabat terdekat gw terpaksa harus menahan keinginannya untuk menjadi imam, lantaran para staf seminari melihat ada problem dalam keluarganya... kalo gw pikir2, kok gak adil yaah?? Kan bukan salah mereka untuk lahir di dalam suasana keluarga seperti itu? Mereka kan tidak bisa memilih untuk lahir di kluarga yang broken dan kurang harmonis. Kalo bisa, malah mereka pengennya lahir di keluarga yang harmonis, cukup dan sejahtera.... Apakah rahmat panggilan dan jalan terus untuk menjadi imam juga tersedia bagi mereka???
Jawaban yang paling memadai (tapi sering bikin gak puas) adalah kata-kata Yesus sendiri, banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih. Iya, banyak yang dipanggil, banyak juga yang berkata ia. Tetapi pada akhirnya mereka semua harus diseleksi dan dipilih siapa yang layak bekerja di kebun anggur Tuhan. Siapa yang layak menurut siapa? Yesus sendiri. Apa kriterianya? Gak tau juga. Jalan-Ku bukanlah jalanmu... Gerejalah yang menjadi lengan Kristus, lewat para gembalanya yang berhak menentukan bagaimana jalan-Ku itu... Mari kita berdoa saja kepada Dia yang berhak memilih, supaya makin banyak yang menjadi pekerja di kebun anggur-Nya.
31 Agustus 2009
Gw emang kaya begini ???? (explicit content)
Padahal, setiap orang itu diciptakan baik, sesuai keaslian pada awal manusia diciptakan. Tapi, sering perjalanan waktu, keaslian seseorang tereduksi oleh pelbagai macam hal di luar dirinya. Apalagi, dalam diri setiap orang ada kecenderungan untuk berbuat dosa. Perbuatan yang kita lakukan, salah maupun benar semuanya adalah keputusan. Keputusan dibuat atas dasar diri sendiri, bukan atas dasar orang lain. Jadi, kalo seseorang melakukan kesalahan yang sama, selalu, berulang-ulang, itu sama aja dengan orang bego!! Yang selalu jatoh ke lubang yang sama. Gak mampu belajar dari kesalahan yang dia alami sebelumnya. Kalo mau berubah ke arah yang lebih baik, rubahlah, buatlah keputusan. Intensio Recta, lakukan apa yang ingin dilakukan sejauh itu mendukung intensi kita untuk berubah ke arah yang lebih baik. Latian dikit demi sedikit, supaya kita punya kehendak yang kuat untuk bisa mengalahkan kecenderungan rasionalisasi kaya di atas. Sehingga nantinya, kita gak lagi ngomong, “sori yah, gw emang kaya gini..”. Tapi, “maaf gw udah buat salah, gw emang sering gak sadar ngelakuinnya, tapi gw janji mau berubah. Tolong bantu gw ya..”
HIDUPLAH BUKAN DENGAN APA ADANYA.... TAPI HIDUPLAH SEBAGAIMANA SEHARUSNYA HIDUP ITU DIHIDUPI... BLESS U ALL ^^
30 Agustus 2009
Kepentok, Jatoh dan teman-teman baru....
AARRRRGGGGHH!!! Hari ini dua kali anggota badan gw lecet. Yang pertama pagi2, waktu mo kuliah, pas gw mo ambil baju yang adanya dibawah bagian lemari. Begitu dapet tau2 kepala gw kepentok slot penutup lemari!!... anjriiit, sakit bangeet asli!! Benjol n berdarah. Abis kepentok gw langsung guling2an sendiri di kasur, sambil memaki2 binatang yang ada di bon bin hehehehe....
Kedua, baru aja sore tadi, pas mo maen bola. Biasanya gw maen mini soccer itu nyeker, alias gak pake spatu. Sebelumnya, jempol gw pernah dihajar beradu kaki.. dan langsung bengkak dan keseleo. Maka!!!! Demi menyelamatkan kaki gw biar gak keseleo, ya udah gw memutuskan untuk pake spatu futsal. Eh, pas lagi tendang2an gitu, BelUM JUGA MAENN!!!..gw kepeleset pas mo tendangan voli. Dan lutut kiri gw nahan badan, jadilah lutut gw lecet, berdarah pula, hiks hiks hiks. Tapi bodo!! Gw bersihin sedikit pake aer, langsung hajar lagi maen bola hehehehehe. Penderitaan tak perlu menjadi penghalang untuk maju!!!
oia, hari ini pengalaman pertama gw bertemu dengan KMK FKH UGM. Kali ini suasananya berbeda jauh banget dari FKU. Tempatnya kecil, duduknya lesehan, tanpa ac. Tapi... menyenangkan. Entah kenapa, ini semacam oase yang cukup menyegarkan buat gw, meskipun diberi tugas untuk membawakan renungan. Tapi yang jelas, gw bisa dapet temen baru dan tempat dimana gw bisa berbagi pengalaman rohani dan cerita di antara kaum muda hehehehe... Thanks GOD 4 this day...
New days, new experience, new life...
Jogja, adalah sebuah kota kecil dibandingkan Jakarta dengan segala keruwetannya itu. Ya iyaalaaaahhh!!!.. Pertama kali datang ke seminari ini, gw dateng berombongan dengan 2 orang yang lain, lucky dan rafael. Ditemani dua orang yang baik hati, Aldi dan Rido, perjalanan 12 jam Jakarta-Jogja kami lalui dengan mengendarai mobil, yang penuh dengan barang2 bawaan kami masing-masing. BUkan soal perjalanannya yang mau gw ceritain di sini, tapi pergulatan batin gw saat tiba di tempat ini. Gw sampai di jogja sekitar setengah 7 malem, langsung menuju seminari. Kami disambut, dan langsung diantar ke kamar masing2. Begitu gw sampai di kamar, entah kenapa ada rasa penolakan yang terjadi dalam diri gw. Buat gw ini adalah reaksi spontan. Gimana ngga coba? di pulogebang, gw tinggal di kamar yang luas banget, ac, internet 24 jam, ada TV, wastafel plus kamar mandi dalem. Bener2 surga banget kan? Tapi kondisi sebaliknya gw lihat di sini. Kamar ini luasnya mungkin hanya 1/3 kamar gw sebelumnya. No TV, no internet access, no ac. Yg ada hanya, sebuah lemari pakaian, yang tingginya sedada gw. 2 buah meja kecil dan satu bed, tanpa kasur. Kondisi inilah yang menimbulkan penolakan, dan hati kecil gw berkata "gw gak mau tinggal di sini!!"... hehehe.. Maka itulah, untuk malam pertama, gw n teman2 yang lain memilih untuk buka kamar, nginep tumplek2 dah di satu kamar..
Esoknya, malam pertama gw tidur di kamar seminari. Gw masuk angin. Biasanya, gw kalo tidur selalu mau supaya gw bisa menghirup oksigen sebanyak2nya, karena tidur adalah saat manusia menghirup oksigen secara maksimal. Kualitas tidur juga ditentukan oleh kualitas udara yang kita hirup saat kondisi tidak sadar itu. Kaliurang adalah tempat yang udaranya dingin. Tapi kalo gw tutup jendelanya, pasti oksigen yang masuk ke kmar gw gak maksimal. Maka, gw bukalah jendelanya, sedangkan gw bersiap2 tidur. Tanpa selimut (karena gak ada), disubtitusi oleh handuk...dan Ternyata perhitungan gw SALAAH BESaAARR!!! Pagi2 badan gw gak enak, dan tenggorokan gw sakit. Yaaak!!! gw masuk angiiin sodara-sodara hehehehehe....
Cuma itu pengalaman adaptasi gw yang berkesan. Butuh waktu 3 hari buat gw untuk mencintai jogjakarta, dan sejenak melupakan Jakarta. Dan sepertinya gw akan menikmati hari-hari hidup gw di sini.. Orientasi di jogja selese, pulang dulu ke jakarta untuk menghadiri tahbisan tgl 18 agustus 2009
19 Agustus 2009
Yo, bro. Newdays, new experiences, new life.. yak, akhirnya gw sampe juga di jogja untuk waktu yang lama. Gw baru aja dateng kemaren sore, sekitar jam 5an gitu. Naek pesawat dari terminal 3, soekarno hatta, terminal yang baru. Trus sempet delay beberapa menit, trus akhirnya brangkat juga. Naek air asia, yang pesawatnya asli bapuk abis. Hahahaha. Yah namanya juga paket murah. Sampe jogja gak berasa, tau2 udah mendarat aja.. sampe langsung mandi. Dan selanjutnya... ikuti cerita2 gw melalui hari2 di jogja...
Aku ada bersama Kamu, sebuah refleksi Tahun Pastoral
AKU ADA BERSAMA DENGAN KAMU
Sebuah Refleksi Akhir TOP 2008-2009
Fr. Reynaldo Anthoni H
Manusia: ada bersama yang lain
Dalam situasi sosial zaman modern dewasa ini, seseorang dihargai kepasitasnya ketika ia mampu memberikan/menghasilkan suatu produk bagi tempat ia bekerja/mengabdi. Dengan kata lain, seorang manusia bernilai sejauh ia produktif atau tidak. Sebaliknya, seseorang akan dianggap useless ketika ia tidak mampu menghasilkan apapun. Mentalitas ini berkembang di dalam masyarakat dan memaksa manusia zaman sekarang hidup dengan filosofi ada-untuk (being-for). Aku ada jika aku melakukan sesuatu untuk lingkungan tempat aku berkarya.
Ternyata selain filosofi semacam itu, masih ada cara hidup lain yang berbeda namun lebih bermakna. Makna filosofi itu menekankan sisi keberadaan dibandingkan produktifitas, yakni ada-bersama (being-with). Penilaian terhadap produktifitas, nilai berdasarkan hasil menjadi runtuh ketika berhadapan dengan filosofi ini. Ia menekankan kehadiran daripada target. Ia menekankan pendampingan daripada mengejar prestasi pribadi. Ia lebih menekankan kesetiaan daripada kesuksesan.
Keberadaan setiap pribadi selalu mengandaikan kehadiran orang lain. Orang lain menjadi tempat sentral dalam pergerakan diri setiap pribadi. Setiap orang mustahil mengenal dan mengerti siapa dirinya tanpa relasinya kepada orang lain. Begitupun dia tak mungkin masih bertahan hidup dan memaknai kehadiran dirinya di dunia kalau sedari awal membatasi ketergantungan dirinya terhadap sesama. Untuk mengenal diri dan orang lain, lebih efektif ketika manusia dihadapkan pada suatu masalah bersama dengan orang lain. Hal itu lebih baik daripada seorang dibiarkan memecahkan masalahnya seorang diri.
Keterarahannya kepada orang lain menuntut dia juga untuk menjadi saudara bagi sesamanya – bertanggung jawab atas kebaikan hidup sesama yang ada bersamanya. Di sinilah letak tanggung jawab etis seseorang. Nilai etis dalam kehidupan manusia terletak dalam humanisme terhadap sesama yang lain dan bukannya egoisme. “Ada-bersama” dengan orang lain menentukan nilai etis tindakan seseorang. Kehadiran orang lain di hadapan kita memproduksi nilai-nilai moral. Moralitas dan hukum akan lahir justru ketika kita hidup bersama dengan orang lain. Apakah hukum dan moralitas dibutuhkan jika kita hidup seorang diri di sebuah pulau?
Driyarkara mengatakan bahwa manusia hanya bisa menjadi manusia dan mempertahankan diri sebagai manusia dengan dan dalam memasuki dan mendiami dunia manusia. Hal itu berarti bahwa dia memasuki dan dimasuki alam subjek-subjek lain. Jadi, dia bersatu dengan subyek-subyek lain. Filosofi Ada bersama muncul dengan saling membangun. Dalam saling membangun dan saling menyempurnakan itulah letak cinta kasih yang sebenarnya.
Maka, tulisan ini adalah sebuah refleksi yang saya coba susun secara komprehensif. Di dalamnya akan tertuang bagaimana pergulatan saya dalam berpastoral. Khususnya, ketika konsep ada-bersama ini yang menjadi sebuah teori saat saya kuliah, menjadi hidup saat saya berpastoral dan mengalami perjumpaan dengan orang lain.
Pastoral: ada bersama mereka yang dilayani
Jangan pernah berhitung dengan waktu, karena akan terasa sangat panjang. Tetapi ketika kita menjalani dan menghidupi waktu, kita justru akan kekurangan waktu. Inilah yang persis saya alami. Satu tahun menjadi waktu yang sangat cepat ketika dijalani. Saya masih bisa membayangkan kedatangan saya dengan menggunakan sepeda ke paroki ini. Sekarang, saya sudah siap-siap untuk bergegas pergi dari paroki ini melanjutkan ke tahap formasi selanjutnya. Banyak hal yang sudah saya alami dan pelajari.
Sebagai kesimpulan saya mau mengatakan bahwa seluruh hal-hal yang akhirnya memperkaya kepribadian saya didapatkan ketika mengalami perjumpaan dengan orang lain. Pertama, perjumpaan dengan orang-orang di sekitar tempat saya tinggal, yakni para pastor yang menjadi rekan satu komunitas. Saya beruntung dapat mengalami dan mengenal tiga pastor yang berbeda dalam satu tahun pastoral, yaitu P. Rudy Hartono, Pr, P. Jacobus Tarigan, Pr dan P. Frans Doi, Pr. Pada 7 bulan pertama saya dibimbing oleh Romo Rudy, sampai pada akhirnya beliau diutus untuk tugas perutusan baru. Pastor penggantinya adalah P. Jacobus Tarigan, Pr.
Saya tidak pernah percaya akan sebuah kejadian yang “kebetulan”. Yang saya percaya adalah bahwa setiap kejadian yang terjadi adalah kehendak dan rancangan Allah, sehingga pasti selalu ada tujuan, makna, pesan di balik suatu peristiwa. Pergantian Romo Rudy dengan Romo Tarigan pun saya yakini bukan sebuah kebetulan. Saya percaya bahwa Tuhan punya rencana dengan diutusnya Romo Tarigan ke Pulogebang.
Bagi saya kehadiran Rm. Tarigan menjadi rahmat tersendiri. Sempat muncul dalam pertanyaan saya, apa yang dikehendaki Allah lewat kehadiran Rm. Tarigan dalam kehidupan perjalanan panggilan saya? Ternyata Allah menghendaki banyak perubahan yang besar dalam diri saya. Melihat pribadi beliau yang disiplin, saya belajar untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan secara cukup. Saya juga belajar untuk selalu berpikir, bertindak dan sehati dengan Gereja universal. Saya belajar untuk lebih disiplin, menghargai orang lain dengan menghargai waktu, dan selalu memberikan yang terbaik (do the best) dalam kondisi apapun.
Selain itu, saya pun dapat memetik hal yang berguna dalam membangun relasi dengan orang lain. Khususnya bagaimana saya mengolah relasi yang sehat dengan kaum perempuan. Masih ingat dalam benak saya, beliau pernah mengatakan, “Frater, yang berbahaya bukanlah mudika, melainkan ibu-ibu muda. Jika kamu jatuh cinta dengan mudika, kamu bisa membereskannya di luar lalu selesai. Jika dengan ibu-ibu muda, kamu akan mendapat lebih banyak masalah, karena akan menyeret orang-orang lain yang memiliki keterikatan dengannya”.
Kehadiran beliau yang berperan dalam sisa hari-hari saya di paroki ini menambah khasanah tentang beragam kepribadian dan kharisma para imam yang memerkaya Gereja KAJ. Selain itu, lewat sharing-sharing pengalaman yang terjadi di meja makan dapat membantu diri saya secara pribadi untuk memiliki sikap dasar yang kokoh dalam memandang rekan komunitas/pastoran. Tidak bisa dipungkiri, komunitas akan menjadi salah satu aspek penting bagi kehidupan seorang calon imam dan imam nantinya.
Pastor lain yang ada di komunitas ini adalah Romo Frans Doy. Beliau sudah saya kenal ketika masih bertugas di Paroki Cijantung. Dulu saya menjadi misdinarnya, sekarang saya menjadi rekan komunitasnya. Bagi saya, beliau adalah seorang yang sangat baik, murah senyum dan selalu menampakkan sukacita. Beliau pun segan untuk menyakiti hati orang lain. Jika beliau mau menegur seseorang, tegurannya itu disampaikan pada orang ketiga agar orang ketiga itulah yang menyampaikannya kepada orang yang dituju. Beliau terkesan menjauhi konflik dan cenderung mengiyakan segala hal. Karena hal ini pula, beliau disukai dan dikagumi oleh banyak umat di paroki ini. Umat-umat inilah yang akhirnya menjadi pendukung setianya. Intensitas saya untuk berbicara dengannya akhir-akhir ini menjadi sering karena beliau ditunjuk menjadi moderator OMK. Tapi tak jarang pula saya pergi berdua dengannya untuk menghadiri acara tertentu, atau sesekali mengikuti acara komunitas bentukannya, komunitas meditasi kitab suci. Salah satu motonya yang saya suka dalam melayani adalah “Jika tidak bisa tersenyum, janganlah melayani”.
Perjumpaan dengan para karyawan pun sama saja. Saya belajar juga bagaimana merasakan menjadi seperti mereka, mendengarkan keluh kesah dan kesulitan-kesulitan mereka, tanpa harus menjadi romantis partisipatif.
Kedua, perjumpaan dengan umat Allah di paroki ini secara umum, dan secara khusus Orang Muda Katolik St. Gabriel, Pulogebang. Lewat mereka saya pun melihat dan memperkaya diri saya sendiri. Para OMK, legioner dan para misdinar adalah orang-orang yang hidup di tengah dunia, tidak melulu di lingkungan Gereja. Maka, mereka pun punya kesibukan pribadi pada hari-hari biasa. Bahkan hari libur banyak yang tersita juga oleh karena kegiatan-kegiatan tambahan di seputar kehidupan. Jika mereka masih mau aktif dan terlibat dalam kegiatan menggereja di sela-sela kehidupan harian, hal itu pun merupakan anugrah yang besar. Mengapa saya katakan anugerah? Allah-lah yang menggerakan iman mereka untuk tetap setia dalam kegiatan Gereja. Rahmat Allah juga yang akhirnya memberikan tambahan semangat dan moril yang dapat membuat mereka melampaui batas kemampuan fisik mereka. Meskipun lelah dan hari sudah mulai larut, mereka masih mau tetap hadir memenuhi undangan rapat dan kegiatan parokial lainnya.
Masih ingat di kenangan bagaimana saya bersama tim Dewan Mudika Harian merumuskan suatu visi dan misi agar OMK Pulogebang kembali aktif. Semua dimulai dengan mengadakan rencana kerja sebagai konsolidasi awal. Sejak saat itulah, Allah seperti membuka jalan agar kegiatan OMK kembali bergeliat. Kegiatan-kegiatan mulai diadakan untuk menjaring anak-anak muda ke arah yang positif, sebut saja ziarah 9 gua maria Jakarta, misa mudika wilayah sebagai sarana regenerasi, dan tablo jumat agung yang begitu menyita pikiran dan tenaga.
Lewat pengalaman ini lalu dapat saya tarik sesuai dengan apa yang dikatakan Konsili Vatikan II melalui Dei Verbum. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya (art. 5). Gereja, dalam hal ini paroki tidak pernah memaksa mereka untuk aktif, terlibat dalam kegiatan-kegiatan Gereja. Gereja hanya bersifat mengajak, menawarkan dan menghimbau. Hal ini sama seperti hakikat wahyu yang berasal dari inisiatif Allah yang bebas dan sukarela untuk memaklumkan rahasia kehendak-Nya (DV. Art 2). Oleh karena itu, tindakan umat pun harus didasarkan kepada kebebasan dan sukarela, berasal dari iman pribadi yang akhirnya disatukan dalam iman Gereja yang kolektif. Konsekuensinya adalah tidak adanya pembenaran bagi Gereja (paroki) untuk memaksa, mengancam dan menuntut secara tidak adil umat paroki untuk ikut aktif dalam kegiatan paroki.
Lewat perjumpaan dengan orang muda pula, saya mengetahui apa yang menjadi pergulatan hidup mereka secara umum. Apalagi ketika mereka dihadapkan dengan gaya hidup orang muda sekarang ini, yang penuh dengan konsumerisme, hedonisme dan sebagainya. Pergaulan bebas anak muda khas jaman sekarang itulah yang akhirnya membuka mata saya – mungkin karena saya selama ini “mendekam” di balik tembok seminari. Merekalah membuat saya sadar bahwa kenyataannya dunia jaman sekarang tidak selamanya selalu baik. Saya belajar untuk tidak naif dan tidak lagi menganggap segala hal berjalan baik seperti adanya Tuhan menciptakan awal dunia ini. Dunia selalu penuh dengan dualisme, si baik dan si jahat. Orang-orang muda yang kebanyakan masih mencari jatidiri lantas terjebak di dalam dualitas seperti itu. Mereka sebenarnya memiliki kerinduan bersatu dengan Allah, tetapi gengsi, perasaan skrupel, kurangnya rasa percaya diri atau yang lainnya membuat mereka enggan untuk bertanya dan mengolahnya lebih lanjut.
Maka, pertanyaan selanjutnya adalah sejauh mana saya dapat melayani mereka saat mereka mengalami kehausan rohani, kerinduan untuk bersatu dengan Allah? Pertanyaan ini akhirnya membawa saya untuk terus-menerus menyempurnakan diri dalam hal rohani. Apalagi yang bisa saya berikan untuk mereka jika saya sendiri tidak mampu menjaga kehidupan rohani pribadi. Menjadi imam berarti menjadi pelayan rohani, pelayan sakramen, dan manusia pendoa. Maka, ketika domba-domba kehausan, gembalalah yang menjadi penunjuk jalan ke arah sumber air kehidupan, yakni Kristus sendiri.
Tidak hanya itu, perjumpaan dengan para lansia, orang sakit dan anak-anak juga membawa berkah tersendiri. Mereka adalah golongan orang-orang seringkali tidak mampu membalas ungkapan cinta dari orang yang memberikan. Dengan bersama merekalah saya belajar untuk mencintai tanpa harus mengharapkan balasan. Saya mampu untuk membuat diri saya bahagia tanpa harus terlebih dahulu memenuhi apa yang menjadi keinginan pribadi. Dengan melihat orang yang saya bantu bahagia dan sukacita, saya pun bahagia. Saya juga dapat semakin menyelami spiritualitas hidup selibat. Selibat akhirnya bukan lagi berhenti pada konsep tidak menikah, hidup sendiri. Lewat pengalaman perjumpaan, akhirnya saya menghayati hidup selibat sebagai sebuah cara hidup mempersembahkan diri kepada Allah dengan mencintai dan mencintai banyak orang tanpa terbagi. Tidak lagi terpaku untuk mencari cinta-cinta eksklusif sebagai pelarian, yang akhirnya menghasilkan egoisme pribadi.
Pengalaman perjumpaan ini juga membawa saya untuk semakin dibentuk menjadi pribadi yang ekaristis. Pribadi ekaristis mengambil semangat dari spiritualitas ekaristi itu sendiri. Kita tentu tahu akan kisah Yesus menggandakan roti, dan memberi makan lima ribu orang laki-laki. Yesus mengucap syukur, memecah-mecah roti dan akhirnya membagi-bagi roti itu demi kepentingan orang banyak. Saya belajar untuk menerima diri bahwa saya adalah orang yang dipilih, dikhususkan dari anak-anak muda kebanyakan. Oleh karena itu saya juga diajak untuk selalu hidup sebagai orang-orang yang terpilih. Selain itu, menjadi pribadi yang ekaristis mengarahkan saya untuk mengucap syukur dalam kondisi apapun, khususnya saat-saat ketika saya mengalami peristiwa yang sama sekali tidak bisa dimengerti dengan logika berpikir. Dan yang terakhir, yang paling sulit adalah menjadi pribadi yang mau dipecah-pecah dibagi untuk banyak orang. Saya yang sekarang bukan lagi milik orang tertentu, golongan tertentu, melainkan milik seluruh umat Allah yang saya layani.
Ketiga, dan yang paling utama adalah perjumpaan dengan Kristus sendiri. Selama satu tahun di tempat ini saya mengalami perjumpaan dengan Kristus yang intim, yang harus dilalui dalam kesendirian dan kesepian. Pada saat kesepian seringkali seseorang terbawa untuk mengobati dan mengisi kekosongan itu dengan hal-hal yang lain. Mungkin fenomena ini hanya bisa ditemui dalam masyarakat kota besar seperti Jakarta. Ketika mereka sepi, lelah dengan pekerjaan, mereka butuh sesuatu yang sifatnya rekreatif untuk menjadi sarana penyegaran kembali. Namun, sayangnya rekreasi itu hanya berhenti dalam tataran fisik dan mental, tidak dalam hal rohani. Maka tak heran situasi ini akan memunculkan siklus yang kurang lebih sama setiap harinya. Bekerja, kosong, lalu rekreasi begitu selanjutnya tanpa habis-habisnya. Orang lupa bahwa saat kesepian atau kekosongan adalah momen yang paling berharga bagi diri setiap manusia. Pada situasi itulah manusia dapat bertemu muka, pribadi antar pribadi dengan dirinya sendiri. Manusia punya waktu mengadakan refleksi dan bercermin terhadap dirinya sendiri. Inilah saat ketika manusia benar-benar telanjang, menanggalkan topeng-topeng yang selama ini dipakai dalam kehidupan bermasyarakat. Tuhan pun hadir pada saat itu. Maka, bertemanlah dengan kesepian. Bersahabatlah dengan kekosongan, karena justru pada saat itulah kita akan diberi isi yang begitu melimpah. Berdiamlah di dalam doa bersama Tuhan.
Dalam suasana seperti itulah, saya semakin disadari bahwa Kristuslah pribadi yang selalu mau ada bersama dengan saya. Seorang pribadi yang selalu menawarkan diri untuk menemani di saat-saat saya mengalami kesepian. Pribadi yang selalu mau membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengarkan saya berkeluh kesah (ketika banyak orang lain berkeluh kesah kepada saya, tetapi saya tidak punya tempat untuk menuangkannya). Ia yang selalu percaya akan kapasitas diri saya bahwa saya mampu, di saat orang lain meragukan. Pribadi yang mau menerima kekurangan diri saya dan mengerti, di saat tidak ada orang yang memahami. Maka, bagi saya, doa, adalah saat di mana saya bertemu antar pribadi dengan Yesus sendiri. Ia adalah my best buddy ever, sahabat terbaik di antara yang terbaik, yang saya percaya bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkan saya.
-0-
Seorang imam adalah saudara di tengah-tengah saudara-saudara lainnya sebagai murid-murid Kristus. Ia adalah anggota tubuh Kristus yang diperintah untuk tubuh yang sama. Imam dipilih dari antara manusia dan ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, bergaul dengan orang-orang lain bagaikan dengan saudara-saudari mereka. Seorang imam tidak akan mampu melayani sesama, seandainya mereka tetap asing terhadap kehidupan serta situasi sesama.
Menjadi imam adalah orang yang dikhususkan bagi Allah. Jabatan Imam lantas bukan untuk mengkhususkan diri, lalu menarik diri dari kehidupan dunia. Justru karena seorang imam lahir dari tengah-tengah umat, ia harus kembali ke dalam pergulatan kehidupan umatnya. Setelah sekitar 10 tahun mengenyam pendidikan di seminari dan akhirnya ditahbiskan, seorang imam akan dikembalikan kepada umat untuk ada bersama-sama mereka. Status imam menjadi sebuah sarana untuk membawa umat sampai kepada sang tujuan itu sendiri, Allah.
Oleh karena itulah, saya merasa bersyukur mendapatkan pengalaman orientasi pastoral di paroki ini, dan mengalami perjumpaan langsung dengan Allah lewat orang lain dengan beragam sifatnya. Perasaan gembira, sukacita, sakit, sedih, marah, menangis dan seluruh ungkapan emosional pernah saya keluarkan di tempat ini. Semuanya itu hanya sebagai ungkapan bahwa saya berusaha terlibat penuh, seluruh pribadi, rasa dan karsa dalam dinamika pastoral paroki. Saya hanya bisa mengucapkan terimakasih untuk semua umat yang telah membantu saya selama satu tahun di tempat ini. Saya mengucapkan maaf jika saya pernah berbuat kesalahan kepada siapa saja, dengan perkataan maupun perbuatan di hari-hari yang lalu. Kita saling mendoakan dan semoga Tuhan mempertemukan kita kembali. Terimakasih karena aku boleh ada bersama-sama dengan kamu.