20 November 2010

MEMAKNAI SEBUAH PENDERITAAN

Pengalaman di posko pengungsi
Terhitung sudah dua minggu sejak letusan dahsyat Merapi (5/11/10) memaksa banyak orang untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Seminari St. Paulus, tempat saya tinggal adalah salah satu dari sekian banyak tempat yang menyediakan diri sebagai tempat pengungsian. Masih jelas diingatan saya, hari jumat yang lalu itu. Sekitar pukul 00.00, saya sedang tertidur, tiba-tiba saja terdengar ledakan dari arah utara. Suaranya menggelegar seperti sambaran petir. Dan itu berlangsung terus menerus. Tak berapa lama kemudian terdengar suara sirine ambulan yang meraung silih berganti. Kontan, dari dalam kamar – masih dalam keadaan tidak sadar, - saya mendengar keributan di sepanjang jalan koridor. Kondisi ini memaksa saya untuk keluar dan melihat. Begitu sampai di koridor, saya langsung mencium bau belerang/sulfur yang sangat kuat. Seorang romo dan sebagian besar teman-teman saya sibuk berlarian, membawa tikar yang kami punya untuk ditempatkan di ruangan kelas. Tak lama kemudian, banyak orang berdatangan. Rambut mereka dihiasi debu-debu vulkanik. Saya tergoda untuk melihat merapi dari kejauhan. Saya lalu naik balkon kapel yang agak tinggi untuk mencoba melihat, sementara suara letusan masih terus terdengar……. Tidak terlihat. Benar-benar gelap. Semuanya tertutup abu. Maka, saya mengurungkan niat untuk melihat lebih jauh. Saya kembali ke kamar, mencoba untuk tidur lagi. Suara dentuman masih berlangsung. Sembari berbaring, saya menutup mata, mencoba untuk tidur. Tapi tidak bisa. Baru kali ini saya merasakan ngeri dan ketakutan yang besar. Kalau-kalau efek letusan merapi benar2 sampai ke tempat ini.

Pagi harinya, ada suasana yang berbeda. Ya, debu sudah sampai ke tempat ini. Dan hujan abu masih terus berlanjut. Seusai misa pagi saya langsung menuju ke kampus FTW yang menjadi tempat pengungsian. Saya mau membantu apa yang saya bisa. Lalu, saya diminta untuk mengambil karpet di rumah salah satu ordo dengan menggunakan mobil. Akhirnya saya mendapat kesempatan untuk melihat seperti apa kota jogja saat itu. Benar2 parah. Abu2 di mana-mana. Jarak pandang hanya sekitar 10m… Tidak terlihat apa2, dan abu masih terus turun dari langit. Pengungsi semakin banyak berdatangan. Mulai dari 300 orang, 500 orang, hingga sampai menyentuh 937 orang.

Lama kelamaan tempat ini bukan lagi sekedar untuk menampung pengungsi tetapi mulai membuka posko. Mau gak mau ini harus dilakukan karena para pengungsi harus diberi makan dan kebutuhan primer lainnya harus dipenuhi. Terhitung dalam 5 hari sejak bencana itu bantuan mengalir deras berdatangan ke seminari. Beruntung, banyak mahasiswa-mahasiswi yang menyediakan dirinya untuk menjadi relawan untuk membantu. Praktis seluruh posko langsung otomatis berdiri dengan para frater sebagai koordinatornya. Ada admin registrasi relawan, mendata keluar masuknya relawan tiap harnya. Ada juga admin penerimaan yang mengatur pencatatan penerimaan sumbangan barang. Selain itu, berdiri pula admin pengeluaran, yang melayani permintaan barang dari pihak yang membutuhkan. Ada posko pengungsi, full 24 jam melayani pengungsi, memberi makan, pakaian, dan segala keperluan lainnya. Bahkan posko pengungsi juga dilengkapi radio yang mengudara setiap jam 11 siang, memutar lagu dan mengirim pesan. Ada pula gudang-gudang logistik. Termasuk di dalamnya logistik ringan, berat, perlengkapan, pakaian, kesehatan, dan sebagainya. Itu yang baru kelihatan. Tidak sedikit pula ibu2 dan para suster yang bekerja keras di dapur 25 jam!!.. Mereka bekerja sebelum semuanya bangun pagi, menyiapkan sarapan, makan siang, dan malam setiap harinya. Tidak hanya itu, masih ada posko pembungkusan nasi. Ada juga angkringan 24 jam, gratis. Para pengungsi bisa memesan kopi, atau minuman hangat lainnya sesuka hati.


gudang logistik berat



para relawan lagi bungkusin nasi


kaya sarden... empet2an


aula tempat tidur pengungsi

Dari sisi trauma healing pun tidak mau kalah. Banyak organisasi dari luar yang meminta izin untuk mengisi acara bagi para pengungsi. Tiap pagi, diadakan kelas belajar bagi anak2. Setiap sore sampai malam hari juga diadakan acara-acara hiburan. Band dangdutan, jatilan, bahkan sampai frater-frater turut menyumbangkan acara teater. Pukul 08.30 setiap pagi diadakan senam kesegaran jasmani yang dipimpin oleh salah satu frater yang goyangannya dikenal yahud. Dan pastinya frater yang dimaksud bukan saya hehehe.


senam yahuddd


aerobik di pagi hari


Anak2 belajar


anak2 sedang bermain

Melihat kondisi dan suasana pengungsian seperti itu tak heran jika para pengungsi betah tinggal di sini. Bahkan ada seorang keluarga kaya yang memilih tinggal di sini daripada rumah saudaranya yang terletak di daerah selatan jogja. Saya juga pernah mengantar makanan ke barak pengungsian di daerah Prambanan dan Klaten. Melihat kondisi pengungsian di sana, saya semakin yakin bahwa tempat ini adalah pengungsian yang paling nyaman di antara semuanya. Air melimpah, permintaan selalu dilayani dengan baik. Bahkan para pengungsi dapat melakukan aktivitas yang belum tentu ada saat mereka di rumah. Bermain gamelan, band, misa harian tiap pagi, dsb.


Dua minggu dengan kondisi seperti ini jelas membuat saya jenuh. Apalagi kegiatan kuliah untuk sementara diliburkan. Otomatis seluruh perhatian saya tercurahkan kepada kegiatan sosial ini. Kejenuhan muncul karena saya melakukan aktivitas ini sebagai pekerjaan saja. Saya belum sampai kepada pemaknaannya. Lantas, muncul pertanyaan dalam diri saya. Apa yang menggerakan semua aktivitas ini? Mengapa orang mau repot-repot bergerak membantu sesamanya? Mengapa orang rela kurang tidur, mengesampingkan pekerjaan hariannya untuk membantu pengungsi? Saya sebenarnya bisa saja apatis, masa bodo, dan memilih ngendon di kamar saja. Tetapi tidak bisa. Kebanyakan orang mungkin bisa menjawabnya bahwa tindakan ini adalah persoalan solidaritas dan kemanusiaan. Tapi, bagi saya dan orang katolik lainnya, apakah pertanyaan di atas juga berhenti pada jawaban seperti itu. Jika iya, sayang sekali. Motivasi kita pun tak ubahnya dengan orang lain. Bahkan jika pertanyaan itu ditujukan kepada relawan yang ateis, dia akan menjawab, “ini demi kemanusiaan”. Lalu apa bedanya kita dengan orang ateis?

Iman memaknai penderitaan
Seorang teolog Jerman, Jurgen Moltmann mengatakan bahwa sebagai orang katolik, IMAN-lah yang menggerakan itu semua. Sebagai contoh: ada dua orang dokter yang mengoperasi dua pasien yang sama. Satu katolik, yang lainnya ateis. Dua-duanya berhasil melakukan operasi. Perbedaannya terletak pada motivasinya. Dokter ateis melakukan operasi bersumber dari keahliannya. Sedangkan sang dokter katolik bersumber dari imannya.

Moltmann mengatakan bahwa rancangan karya keselamatan Allah sudah dimulai sejak penciptaan dan akan mencapai kepenuhannya pada akhir zaman nanti. Nah, orang beriman diajak untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan itu. Yaitu dengan melakukan perintah yang diberikan Tuhan kepada manusia, “Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kej 1:28). Jadi, jelas beriman itu harus berbuat. Beriman tidak mungkin hanya diam saja, menunggu dan melihat. Iman mengajak kita untuk bergerak ikut serta dalam hidup ilahi Allah.

Orang seringkali bertanya-tanya, di manakah Allah berhadapan dengan penderitaan. Di mana Allah ketika Merapi meletus, tsunami Mentawai, banjir Wasior, dan bencana lainnya? Jika memang Allah Mahabaik dan Mahakuasa, mengapa penderitaan tetap ada di muka bumi?

Jawabannya cukup mudah. Penderitaan adalah suatu fenomena yang kedudukannya sejajar dengan peristiwa hidup lainnya, seperti kelahiran, kematian, kegembiraan, sakit dan sebagainya. Lalu mengapa ada hal2 yang buruk di dunia ini? yaaa.. karena statusnya sebagai ciptaan. Gak ada ciptaan yang sempurna kan?? Semua kejadian itu pada dirinya sendiri tidak memiliki makna. Iman kitalah yang memberi makna terhadap semuanya itu. Penderitaan bisa dilihat sebagai suatu yang negatif atau sebaliknya, memaknai penderitaan itu sebagai sebuah momen untuk refleksi untuk bangkit. Tetapi, orang seringkali tidak sadar akan hal ini. Mereka malah justru mengatakan bahwa di dalam penderitaan itu Allah absen. Saat di salib, Yesus pernah mengatakan, “Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani!” – “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”. Bahkan Yesus pun merasa Bapa-Nya telah meninggalkan diri-Nya. Apakah memang demikian. Apakah Allah cuek terhadap manusia yang menderita?

Salah besar!! Yang terjadi justru sebaliknya. Fenomena di atas membuktikan bahwa orang seringkali tertutup oleh nuansa penderitaan yang begitu besar sehingga tidak menyadari kehadiran Allah di sisinya. Manusia Yesus yang disalib juga mengalami situasi seperti itu. Dalam penderitaannya, Yesus yang disalib tidak diam dan meratapi sengsara-Nya. Ia memberi contoh bagaimana kita harus bersikap ketika berada dalam penderitaan. Ungkapan “Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani” adalah usaha untuk terus-menerus mencari Allah meski penderitaan dialami dengan begitu berat. Allah yang kita imani adalah Allah yang dekat, yang mau hadir ketika penderitaan itu terjadi. Hanya saja kita tidak menyadarinya. Begitu juga, Allah hadir saat Yesus disalib dan wafat. Bukti dari kehadiran-Nya adalah bahwa Yesus dibangkitkan. Jika Allah tidak hadir, maka Yesus tidak bangkit. Sesederhana itu….

Sebagai kata-kata penutup, saya mau mengatakan bahwa penderitaan, bencana, kesedihan dan segala hal suram lainnya adalah suatu realitas yang tak terelakkan di dunia ini. Semuanya itu hadir secara indiferen, tanpa makna. Iman kitalah yang mampu memberikan makna. Pertanyannya, apakah iman kita sudah mampu memberikan makna atas semua yang terjadi dalam hidup kita? Atau…. Kita malah membiarkan iman kita mati dan tergerus oleh kekhawatiran kita?

05 November 2010

Sedikit sharing tentang di pengalaman di rumah sakit

Pada awal terjun ke lapangan menjadi salah satu personil rumah sakit, saya merasa grogi, takut dan bingung. Kondisi ini bukan tanpa alasan. Pertama, saya benar-benar buta terhadap hal-hal berbau rumah sakit. Kedua, pengantar yang telah diberikan di kelas sangat abstrak. Mereka, para dosen dan tamu, memang telah banyak menceritakan pengalaman mereka sebagai pelayan kesehatan. Tetapi tetap saja hal itu tidak berbicara banyak bagi saya. Saya belum mengalaminya sendiri sehingga semuanya masih berhenti pada tataran teori saja.

Tiba pada harinya, saya berangkat menuju tempat di mana saya akan menjalani proses proyek ini. Yang menjadi tempat saya terlibat adalah rumah sakit panti rapih. Lebih khusus, saya akan membantu di ruang Elizabeth 4, bangsal untuk pasien internis (penyakit dalam). Saya datang agak telat kala itu, karena memang jam masuk yang terlalu pagi bagi saya, yakni 07.30 WIB. Saya dikejutkan dengan kebiasaan yang para perawat di bangsal ini, dan saya kira seluruh bangsal di rumah sakit. Saya mengikuti kegiatan doa bersama yang mereka lakukan. Kami bernyanyi, dan berdoa mohon penyertaan Tuhan untuk kegiatan pelayanan hari ini. Saya terkesan karena disela-sela pekerjaan yang begitu sibuk kami menyempatkan diri untuk berdoa. Semboyan “ora et labora” saat itu menjadi hidup.

Kebingungan saya mulai menjadi-jadi ketika para perawat yang lain mulai melakukan aktivitasnya. Mereka menempati posnya masing-masing dan mulai melakukan tugasnya. Sedangkan saya sendiri tidak tahu untuk berbuat apa. Sampai pada suatu saat, salah seorang perawat meminta saya untuk menemaninya mengajak mandi pasien (bagi yang bisa) dan memandikan pasien. Saya lalu mengantar beberapa pasien laki-laki ke kamar mandi. Saya membantu mereka melepaskan pakaian. Begitu mereka selesai mandi, saya juga membantu mereka memakai pakaian. Saat terdengar ucapan “terima kasih” dari mereka, saya sungguh sangat senang. Saya bahagia karena perbuatan kecil seperti itu bisa berarti banyak buat mereka.

Pengalaman itu membuat saya semakin bersemangat untuk melakukan pekerjaan yang lebih lagi, yakni memandikan pasien. Saya memutuskan diri untuk meminta ijin kepada perawat ketua bangsal untuk ikut memandikan pasien. Ketika mulai memakai sarung tangan dan celemek saya malah dihadang oleh perawat ketua bangsal. Saya tidak diperkenankan untuk memandikan pasien. Dalam hati, saya merasa kecewa karena keinginan saya untuk membantu tidak didukung. Saya hanya diijinkan untuk membantu menemani pasien saja. Ya sudah, apa boleh buat. Saya harus menaati aturan di sini. Apalagi ditambah dengan pengalaman memalukan yang saya buat sebelumnya. Yaitu ketika saya mau membantu berdiri pasien fisioterapi yang bahkan dilarang untuk duduk. Saya sempat malu dan merasa bersalah.

Awalnya, kebingungan ini sempat pudar karena timbul semangat yang berkobar dalam diri saya. Tetapi, karena larangan oleh perawat dan satu kesalahan membuat saya mengurungkan niat untuk melibatkan diri lebih dalam aktivitas medis. Mendengarkan dan menemani. Itulah dua aktivitas utama yang akhirnya saya pilih untuk dilakukan di tempat ini. Sadar bahwa pasien butuh sahabat, maka dua aktivitas ini menjadi hal yang berharga. Selama kurang lebih 10 hari, hanya dua aktivitas itu yang saya lakukan. Mendengarkan dan menemani. Berawal dari pertanyaan sederhana, obrolan bisa meluas kemana-mana. Saya pun bisa merasakan lelahnya mendengarkan cerita seseorang. Tetapi kelelahan itu terbayar tuntas ketika mereka mengucapkan rasa terimakasih karena sudah dikunjungi dan ditemani. Maka benar kata Yakobus, iman tanpa perbuatan adalah kosong. Adalah iman yang mendorong saya untuk bergerak. Iman juga yang memberikan saya semangat untuk menghampiri pasien dan menumbuhkan harapan dalam diri mereka.

Sudahkah iman anda menumbuhkan harapan bagi orang lain di sekitar anda??

06 Juni 2010

PANGGILAN DAN PERUTUSAN

Panggilan menjadi imam: Apakah sebuah misteri?

Apakah panggilan sebuah misteri? Pertanyaan ini sering terlontar dari dalam benak saya. Mengapa saya yang dipanggil. Mengapa bukan orang-orang yang memiliki kepribadian dan kemampuan lebih baik daripada saya? Saya masih ingat bagaimana saya dulu mendaftar ke seminari menengah hanya karena ingin main musik orkestra. Saya mendaftar dengan mengajak serta kawan tetangga saya yang juga satu SMP dengan saya. Kami mendaftar, tes tertulis dan wawancara bersama. Sampai akhirnya ternyata kami berdua diterima di seminari menengah Wacana Bhakti. Namun sayang, akhirnya kawan saya itu mengurungkan niatnya untuk masuk. Sebenarnya ia hanya iseng dan coba-coba ikut test. Lagipula ia juga tidak bisa menerima bahwa ia nanti akan menghabiskan waktu 4 tahun di seminari. Terlalu lama. Maka, akhirnya saya yang pergi dan masuk seminari bergabung dengan 25 seminaris baru lainnya dari pelbagai paroki di KAJ. Banyak pengalaman-pengalaman saya lewati yang akhirnya membawa saya selama 12 tahun perjalanan panggilan ini. Sekarang saya adalah frater teologan, yang (dengan kehendak Allah) pada tahun 2012 nanti ditahbiskan menjadi imam.

Kemisterian panggilan ini dialami melalui pengalaman-pengalaman yang saya lalui. Dari 26 orang di seminari menengah, sekarang tinggal 4 orang. Dua orang calon imam untuk KAJ, seorang lagi calon imam untuk Keuskupan Bandung, dan seorang lagi calon imam untuk Keuskupan Bogor. Lama saya berpikir dan merenung mengapa kami yang akhirnya masih bertahan? Mengapa orang lain yang semula saya lihat dia mampu, ternyata mundur dan memilih cara hidup yang lain? Apa yang Allah lihat dari saya sehingga tetap menjaga saya?

Jawaban atas pertanyaan besar ini akhirnya saya temukan ketika saya merenungkan Injil. Sabda yang saat itu saya kontemplasikan adalah Injil Matius 25:14-30. Di sana dikisahkan ada seorang yang mau bepergian ke luar negeri. Lalu ia mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya. Jumlahnya bebas ia tentukan sendiri. Satu hamba diberi lima talenta, yang lain dua, yang seorang lagi satu talenta. Lalu ia berangkat. Yang menarik justru apa yang dilakukan para hamba itu. Yang menerima lima talenta menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Yang menerima dua talenta juga berbuat demikian dan memperoleh hasil dua talenta. Tetapi, yang menerima satu talenta malah menggali lobang dalam tanah dan menyembunyikan uangnya. Nah, ketika tuan itu pulang dari bepergian, ia mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya tadi. Kedua hamba yang pertama melaporkan kegiatannya dan akhirnya membuat tuannya senang. Lantas tuannya berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." Laporan hamba yang terakhir akhirnya membuat tuannya kecewa karena ia tidak mengusahakan talenta itu dengan cara apapun. Talentanya diambil dan diberikan kepada yang lain, dan ia dicampakkan.

Melalui permenungan injil ini saya akhirnya berkata dalam hati saya sendiri. Apakah panggilan itu misteri? Bukan. Panggilan menjadi imam adalah anugerah. Mengapa anugerah? Karena panggilan itu adalah rahmat yang bersifat cuma-cuma dari Allah. Saya tidak memintanya, tetapi Allah memberikannya secara bebas. Banyak orang tua berharap anaknya bisa menjadi imam, tetapi ternyata anaknya memilih panggilan hidup yang lain. Setahu saya, orang tua saya tidak pernah sekalipun memaksa saya menjadi imam, atau bahkan berdoa supaya saya terpanggil menjadi imam. Yang saya tahu, ayah saya malah menginginkan saya menjadi anggota ABRI. Tapi harapan ayah saya pupus ketika saya harus memakai kacamata. Lalu, apakah cukup dengan hanya mengandalkan rahmat Allah yang gratis itu? Sepanjang pengalaman, saya akhirnya berkesimpulan bahwa panggilan harus dicintai dan diperjuangkan. Perutusan adalah sarana untuk mencintai dan memperjuangkan rahmat panggilan Allah yang semata-mata gratis itu.

Perutusan: sarana mencintai dan memperjuangkan panggilan
Saat di Tahun Orientasi Rohani (tahun pertama di seminari tinggi) saya mengalami kecelakaan sewaktu mengikuti program probasi selama 5 minggu. Jari telunjuk kanan saya tertekan mesin press spon sehingga harus diamputasi satu setengah ruas. Kejadian ini cukup memukul diri saya. Saat itu kepribadian saya masih mentah, terlihat dari sifat minder yang saya miliki. Kejadian ini semakin membuat saya skrupel karena kelemahan fisik ini tidak bisa ditutupi. Ada dua pilihan yang muncul dalam diri saya waktu itu. Pertama, hanya menerima dan berkutat dalam sifat skrupel saya itu. Atau sebaliknya, memperjuangkan panggilan saya dengan mengolah pengalaman ini menjadi pengalaman berharga. Proses menerima kondisi selanjutnya tidak mudah. Saya sering spontan menyembunyikan kekurangan ini ketika berhadapan dengan orang lain. Tujuannya hanya satu, supaya mereka menerima saya tanpa tahu kekurangan fisik saya. Lama kelamaan, hal ini membuat saya tersiksa karena saya harus terus berpura-pura. Dengan demikian, kebahagiaan saya lantas ditentukan oleh penilaian orang lain. Padahal kebahagiaan harus diciptakan dari dalam diri sendiri lepas dari segala hal di luar diri. Melalui pengolahan diri lebih lanjut akhirnya saya mampu menerima kondisi ini apa adanya. Tidak ada yang perlu disembunyikan. Saya juga bersyukur bahwa saya pernah diutus untuk berpastoral di tengah-tengah teman-teman cacat fisik, tuna netra, tunarungu, dsb. Pengalaman itu membuat saya tersadar bahwa kekurangan yang saya miliki hanya "kerikil kecil" dibandingkan dengan kekurangan yang mereka miliki. Mereka tidak mampu melihat. Ada juga yang tidak mampu mendengar. Tetapi, mereka tidak menjadikan kekurangan itu sebagai halangan untuk berkembang. Kelalaian saya sendirilah yang mengakibatkan jari telunjuk saya berkurang. Tetapi, relasi dengan Allah memberikan makna positif dibalik kelemahan itu.

Pengalaman lain lagi adalah ketika saya mulai masuk tahun filsafat. Saya diutus untuk studi dan membuat skripsi. Saya tidak begitu senang dengan filsafat dan teologi. Namun, demi cinta saya dalam panggilan ini saya harus melakukan dan menuntaskan studi saya. Tesis saya bahwa panggilan harus dicintai dan diperjuangkan sangat terlihat khususnya pada masa-masa penyusunan skripsi. Salah satu teman saya memiliki kekurangan dalam hal studi. Saya juga sadar bahwa saya sendiri tidak lebih baik dari dia. Tapi jika ingin melanjutkan panggilan menjadi imam, saya harus memperjuangkannya. Sementara, teman saya seperti tidak punya semangat untuk memperjuangkan panggilannya. Dan akhirnya saya lulus, dan dia, meskipun sudah diberikan tambahan waktu, tetap tidak menyelesaikannya.

Perutusan seringkali memaksa seseorang melampui batas kemampuan dirinya sendiri. Perutusan seringkali diberikan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Pernyataan ini saya alami saat saya masuk masa Tahun Orientasi Pastoral. Ada satu pengalaman lagi yang membuat saya sadar bahwa panggilan harus dicintai dan diperjuangkan. Akhir TOP tahun pertama, saya terlibat "kasus" yang cukup berat. Kasus ini definitif akan membuat saya dikeluarkan. Sejenak saya mau lari saja. Lempar batu sembunyi tangan. Tidak menyelesaikannya lalu membohongi diri sendiri dan staf seminari tinggi seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, bagaimana pun juga, gelap tidak akan menjadi gelap selama-lamanya. Ditutupi serapi apapun, ikan busuk akan tercium baunya. Saat itu, dari dalam hati kecil saya masih mau menjadi imam dan masih mencintai panggilan ini. Perjuangan untuk panggilan ini akhirnya saya lakukan dengan memutuskan untuk berani menyelesaikan masalah meskipun harus merendahkan diri serendah-rendahnya. Pada saat datang tawaran untuk studi teologi lebih lanjut, saya akhirnya berani jujur terhadap diri saya sendiri. Daripada saya mengatakan sanggup padahal masih banyak yang masih harus saya olah, lebih baik saya jujur bahwa saya masih butuh waktu bagi satu segi dalam kepribadian saya untuk diolah. Saya tidak memutuskan untuk mengundurkan diri tetapi mohon agar saya diutus untuk masa orientasi kembali di tempat yang berbeda. Akhirnya permohonan itu dikabulkan dan saya menjalani tahun orientasi pastoral yang kedua. Masa orientasi yang kedua inilah yang akhirnya membuat saya merasa yakin dan siap untuk studi teologi lebih lanjut. Dan akhirnya saya hadir di seminari tinggi Kentungan ini, menyelesaikan tahap studi akhir dalam formasi sebagai calon imam. Di tempat ini, perjuangan dan mencintai panggilan saya wujudkan dengan setia pada ritme hidup teratur yang saya buat. Saya bersyukur bahwa tempat ini mendukung keteraturan itu.

Kembali ke injil, saya tidak akan membayangkan apa yang terjadi jika saya bersikap seperti hamba yang terakhir: mengutuki rahmat panggilan yang telah diberikan Allah kepada saya. Sebaliknya, saya bersyukur bahwa ada kekuatan yang membuat saya bersikap seperti hamba yang pertama dan kedua: melihat panggilan sebagai rahmat dan mengusahakan anugerah yang Allah berikan itu sehingga berbuah. Allah sendirilah sumber kekuatan itu. Mencintai rahmat panggilan Allah berarti mencintai Allah yang memberikan anugerah itu. Wujud dari cinta itu adalah menerima perutusan dan memperjuangkannya dengan setia.

31 Mei 2010

Sebuah refleksi Kristologis: Apakah Yesus Kristus tokoh fiktif???

Saya pernah diberikan sebuah film dokumenter yang berjudul “Zeitgeist” oleh seorang mahasiswi yang saya dampingi. Ia mengalami kegoncangan iman setelah menonton film itu. Setelah saya menontonnya, saya paham mengapa film ini dapat membuat goyah mereka yang tidak memiliki iman kristiani yang kuat. Dalam film itu, sekte anti-kristus ini memberikan bukti dan fakta-fakta yang akhirnya membuktikan bahwa Agama Kristen tidak lebih daripada penipuan belaka. Kristus adalah sosok fiktif yang sama sekali tidak pernah ada di dunia ini. Kesimpulan ini didapat dari penelitian mereka yang mengaitkan kisah Yesus di Injil persis mengadaptasi sistem astrologi dan kisah-kisah mitologi Yunani. Pola kehidupan Yesus - lahir dari perawan Maria, berdiskusi pada umur dua belas, memiliki dua belas rasul, dikhianati lalu dijual dan wafat disalib, lalu bangkit pada hari ketiga dan akhirnya diangkat ke surga – sesungguhnya juga digunakan oleh banyak tokoh mitologi kebudayaan Eropa waktu itu, Yunani, Romawi, dsb.

Maka, kisah Yesus di Injil tidak lebih dari rekaan para Gereja awal dan terus menerus dijaga sampai sekarang demi hidup sosial politis pejabat Gereja. Di akhir film, narator secara menyakinkan menyatakan “The Figure of Jesus, did not even exist!”. Ditampilkan pula sebuah kutipan, “The Christian religion is a parody on the worship of the sun, in which they put a man called Christ in the place of the sun, and pay him the adoration originally payed to the sun.” (Thomas Paine, 1737-1809). Setelah saya menonton film ini saya akhirnya bersyukur mengapa saya pernah mengikuti kuliah Kristologi. Mungkin, saya akan mengalami hal yang sama dengan mahasiswi saya itu jika tidak benar-benar mendalami siapa Yesus. Bahkan saya pun memiliki beberapa pertanyaan kritis terhadap kesimpulan akhir film itu yang menurut saya lucu.

Pertama, jika memang benar Yesus adalah tokoh fiktif, bagaimana menjelaskan kesaksian Paulus yang bertobat karena melihat Yesus yang bangkit dengan mata kepalanya sendiri. Tidak hanya itu, bagaimana menjelaskan kesaksian-kesaksian lain yang dibuat oleh para murid tentang kebangkitan Kristus.
Kedua, jika Yesus adalah tokoh fiktif, bagaimana menjelaskan mukjizat-mukjizat yang terjadi di dunia ini atas nama Dia? Misalnya saja, mukjizat yang terjadi pada kisah hidup para martir, dan para kudus Gereja?
Ketiga, kesimpulan yang dibuat di akhir film sangat tidak logis. Yang ada dalam pikiran saya justru kesimpulannya harus dibalik. Film itu memang berhasil membuktikan bahwa ada kaitan erat kisah kehidupan Yesus di Injil dengan epik-epik peradaban kuno. Tetapi tidak lantas menganggap bahwa Yesus juga adalah tokoh fiktif. Yesus nyata dan hadir di dunia. Lalu mengapa banyak kesamaan pola dengan epik-epik itu? Tak lain karena masalah peredaksian kitab suci kala itu yang didominasi oleh orang Kristen Yahudi dan Yunani. Khususnya bagi Kristen Yunani, akan lebih mudah diterima bagi akal mereka jika kisah Yesus sedikit disesuaikan dengan kisah-kisah mitologi Yunani milik mereka. Yustinus Martir (100-165) pernah berdiskusi dengan orang-orang Yunani. Tentang Yesus ia mengatakan, “Ia dilahirkan dari seorang perawan, terimalah konsep ini sama seperti kalian mempercayai (anak dewa) Perseus”. Segala hal itu tidak lain mau membuktikan, bagaimana pun cara Yesus digambarkan dan dipahami, yang terpenting Yesus dapat diterima dan dipercayai oleh semakin banyak orang. Oleh karena itulah jiwa mereka diselamatkan. Lagipula saya tidak terlalu mementingkan apakah Yesus adalah tokoh fiktif atau bukan. Yang terpenting bagi saya adalah bahwa Yesus adalah juruselamat saya. Sabda dan karya-Nya menjadi pedoman hidup saya sampai selama-lamanya.

28 Mei 2010

“Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya."

Siap akan segala kemungkinan, kuasailah perasaanmu.

Ah, beberapa minggu ini merupakan masa-masa yang aneh buat gw. Apa-apa yang gw lakuin itu kok berasa gak enak. Serasa ada yang glendotin. Berat. Seperti biasanya, kalo ada suasana perasaan seperti ini gw gak mau terikat terhadapnya dan mencoba mencari akar permasalahannya. Ya, akhirnya gw menyempatkan diri di kapel Robertus untuk mengambil jarak sejenak, merenung. Cukup lama. Hampir sekitar satu jam gw duduk diam di kapel itu dan berkutat dengan pikiran dan hidup gw sendiri. Gw cari-cari penyebab knapa gw uring-uringan kaya gini. Bawaannya kalo ada sesuatu yang gak beres itu muncul perasaan kesel, mau marah aja.

Maka, dalam permenungan itu gw coba melihat pengalaman gw akhir-akhir ini. Apakah soal studi? Hmmm.. gak juga, studi gw lancar-lancar aja kok. Soal relasi dengan teman di komunitas atau luar komunitas? Kayanya, gak juga. Untung saja gw easy going, relasi bukan jadi sesuatu hal yang mengganggu. Hidup rohani? Aaahh, gak juga. Gw masih setia menjalankan aktivitas rohani gw juga kok. Terus apa yaa?????!!!! Haaahhh… gak ketemu-ketemu juga. Ya sudah, karena masih ada sesuatu yang gw kerjakan, permenungan akan hal ini gw jadiin PR aja. Nanti, akan gw sediakan waktu lagi untuk ngelanjutin.

Sampai pada suatu saat, ketika bimbingan rohani, gw dibantu untuk menemukan akar penyebab suasana gak enak itu. Ya, akar penyebabnya adalah CHAOS, ketidakteraturan. Akhirnya gw menyadari bahwa selama beberapa minggu ini banyak rencana-rencana yang gw buat akhirnya menjadi berantakan. Selalu saja ada hal-hal gak terduga yang nongol ketika gw akan melakukan kegiatan sesuai rencana yang gw buat. Misalnya, untuk semester ini gw punya kebiasaan cuci pakaian setiap hari rabu pagi jam 9 pagi. Hari rabu merupakan hari yang agak santai, karena pagi hari cuma ada satu kuliah. Jam 7.30 sampe jam 9 pagi. Nah, abis itu kosong. Jadi bisa gw pake untuk bersih-bersih. Beberapa minggu itu pula, mesin pengering seminari di ruang wash itu rusak. Jadi terpaksa pake cara lama. Meresnya yang pake kekuatan tangan, lalu di jemur. Pikiran gw tambah uring-uringan lagi ketika cuaca di jogja akhir-akhir ini gak bersahabat. Paginya panas, lalu begitu menginjak siang sampe sore mendung dan ujan. Selalu begitu setiap hari. Bahkan pagi hari waktu gw nulis ini, matahari gak keliatan sama sekali, tertutup awan. Biasanya, pakaian gw bisa kering dalam sehari dan besoknya bisa gw setrika. Tetapi sekarang tidak seperti itu. Gak kena matahari, dan setiap kali menjemur gw harus waspada. Karena ketika ujan, gw harus bergegas mengamankan jemuran itu. Padahal belum kering. Apa yang terjadi kalau pakaian belum kering, dan gak kena sinar matahari? APEK!!!! Yaa.. bau apek.. gak enak. Dan gw ga betah ama baunya.. ya terpaksa di cuci lagi. Kerja dua kali de aaaahh…

Yang lain lagi, (lagi-lagi) soal makanan di seminari. Seringkali gw gak abis pikir apakah para petugas masak di seminari ini atau suster yang membuat menu gak ngerti soal kandungan gizi makanan. Pernah suatu kali, saat sarapan dihidangkan mie goreng kering dan nasi. WHAT??? Cuma itu!!. Isi keduanya kan karbohidrat. Gula… yang akhirnya cuma buat gendut doang. Gak ada proteinnya. Gak ada serat, yang bisa bikin BAB gak lancar. Ini yang membuat gw miris. Tapi yang mo gimana lagi, adanya seperti itu. Ya gw makan… sambil berimajinasi tentunya. Hahahahaha. ^^
Dalam talenta yang besar, tersimpan tanggung jawab yang besar. Diberi banyak, dituntut banyak. Ya, kata-kata itu menjadi hidup dalam diri gw akhir-akhir ini. Banyak banget orang yang minta tolong gw ini itu. Dan kebanyakan memang berhubungan dengan multimedia. Ini juga yang sedikit banyak ngerusak rencana gw. Misalnya, ketika gw lagi belajar, atau buat paper tiba-tiba ada tiba-tiba dateng ke kamar dan ngomong, “do, tolong buatin power point paper kita buat presentasi minggu depan ya?” Gw sebenernya mo nolak. Tapi itulah, kadang-kadang gw sulit buat berkata “Tidak!”, yang akhirnya malah bikin gw uring-uringan sendiri hehehe.

Trus ada lagi yang dateng, “do, minta tolong buatin aransemen lagu buat pelantikan lektor akolit nanti ya?” Permintaan buat dibikinin aransemen lagu begini emang sering banget nongol. Mereka udah terlanjur tau kalo gw bisa maen FL Studio 9, software studio musik digital. Bahkan gara-gara itu, banyak temen di komunitas juga coba belajar software itu. Nah, yang lain ada lagi. Dalam suatu kesempatan rapat dewan inti tiba-tiba gw diserahi tugas buat bikin Historia Domus. Kumpulan review kegiatan-kegiatan di seminari yang udah berlalu selama sebulan kmaren. Yah, kerjaan lagi. Mereka pun mintanya aneh-aneh, “do, bikin film dong sekali-skali biar temen-temen yang lain tertarik liatnya”. Sekali lagi pengen nolak, tapi gak bisa. Dan seringkali gw gak bisa melakukan hal lain sebelum apa yang sedang gw kerjakan itu selesai dan tuntas.

Trus kalo udah begini gimana? Yaa… skali lagi gw diingatkan pentingnya punya perasaan yang otonom pada dirinya sendiri. Perasaan ini adalah milik gw. Hal yang bisa diatur secara otonom, yang tidak seharusnya ditentukan oleh apa yang terjadi di luar diri gw. Di dunia ini banyak kejadian-kejadian yang gak bisa diatur, yang tiba-tiba aja datang tanpa diduga dan gak direncanakan. Hal-hal itu seperti itu kadang membuat jengkel, uring-uringan, marah, bete, dan segala macam perasaan gak enak lainnya. Tapi, mau sampai kapan perasaan gw diatur sama kejadian-kejadian kaya gitu? Kejadian yang gak terduga akan terjadi terus menerus sepanjang hidup. Akhirnya, pengalaman ini membuat gw untuk selalu mempersiapkan diri terhadap segala kemungkinan. Dan yang terutama adalah mencoba menguasai perasaan diri sendiri. Jangan menggantungkan perasaan kita dengan pihak luar yang kadang terjadi secara acak itu. Stay cool, calm and confident. ^^

27 Mei 2010

Pisang OH Pisang.... ^^

Buah pisang ternyata banyak manfaatnya untuk tubuh kita. Selain untuk memenuhi kebutuhan serta, ternyata pisang juga bisa untuk recovery (pemulihan) tubuh kita.

Secara umum, kandungan gizi yang terdapat dalam setiap buah pisang matang adalah sebagai berikut: kalori 99 kalori, protein 1,2 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 25,8 miligram (mg), serat 0,7 gram, kalsium 8 mg, fosfor 28 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 44 RE, Vitamin B 0,08 mg, Vitamin C 3 mg dan air 72 gram.

Kandungan buah pisang sangat banyak, terdiri dari mineral, vitamin, karbohidrat, serat, protein, lemak, dan lain-lain, sehingga apabila orang hanya mengonsumsi buah pisang saja, sudah tercukupi secara minimal
gizinya.

inilah berbagai Manfaat Pisang:

Sumber Kekuatan Tenaga
Buah pisang dengan mudah dapat dicerna, gula yang terdapat di buah tersebut diubah menjadi sumber tenaga yang bagus secara cepat, dan itu bagus dalam pembentukan tubuh, untuk kerja otot, dan sangat bagus untuk menghilangkan rasa lelah.

Manfaat untuk Ibu Hamil
Pisang juga disarankan untuk dikonsumsi para wanita hamil karena mengandung asam folat, yang mudah diserap janin melalui rahim. Namun, jangan terlalu berlebihan, sebab satu buah pisang mengandung sekitar 85-100 kalori.

Manfaat bagi Penderita Anemia
Dua buah pisang yang dimakan oleh pasien anemia setiap hari sudah cukup, karena mengandung Fe (zat besi) tinggi.

Manfaat bagi Penyakit Usus dan Perut
Pisang yang dicampur susu cair (atau dimasukkan dalam segelas susu cair)dapat dihidangkan sebagai obat dalam kasus penyakit usus. Juga dapat direkomendasikan untuk pasien sakit perut dan cholik untuk menetralkan keasaman lambung.

Sebuah pisang dihidangkan sebagai pertahanan terhadap inflamasi karena Vitamin C dapat secara cepat diproses. Ia mentransformasikan bacillus berbahaya menjadi bacillus yang bersahabat. Dengan demikian, keduanya akan tertolong.

Pure pisang ataupun krim pisang (seperti untuk makanan bayi), dapat dikonsumsi oleh pasien yang menderita diare.

Manfaat bagi Penderita Lever
Penderita penyakit lever bagus mengonsumsi pisang dua buah ditambah satu sendok madu, akan menambah nafsu makan dan membuat kuat.

Manfaat bagi Luka Bakar
Daun pisang dapat digunakan untuk pengobatan kulit yang terbakar dengan cara dioles, campuran abu daun pisang ditambah minyak kelapa mempunyai pengaruh mendinginkan kulit.

Manfaat bagi Diabetes
Pada masyarakat Gorontalo (Sulawesi Utara), jenis pisang goroho yakni pisang khas daerah setempat, merupakan makanan tambahan/pokok bagi orang yang menderita penyakit gula/diabetes melitus, terutama buah pisang goroho yang belum matang, kemudian dikukus dan dicampur kelapa parut muda.

Pisang dan Kecantikan
Bubur pisang dicampur dengan sedikit susu dan madu, dioleskan pada wajah setiap hari secara teratur selama 30-40 menit. Basuh dengan air hangat kemudian bilas dengan air dingin atau es, diulang selama 15 hari, akan menghasilkan pengaruh yang menakjubkan pada kulit.

Pisang untuk Mengatur Bobot Badan
Pisang juga mempunyai peranan dalam penurunan berat badan seperti juga untuk menaikkan berat badan. Telah terbukti seseorang kehilangan berat badan dengan berdiet 4 (empat) buah pisang dan 4 (empat) gelas susu non fat atau susu cair per hari sedikitnya 3 hari dalam seminggu, jumlah kalori hanya 1250 dan menu tersebut cukup menyehatkan.

Selain itu, diet tersebut membuat kulit wajah tidak berminyak dan bersih. Pada sisi yang lain, mengonsumsi satu gelas banana milk-shake dicampur madu, buah-buahan, kacang, dan mangga sesudah makan, akan menaikkan berat badan.

Khasiat Lainnya
Dalam buku “Medicinal Uses of Bananas” menyebutkan, bahwa pisang mempunyai manfaat dalam penyembuhan anemia, menurunkan tekanan darah, tenaga untuk berpikir, kaya serat untuk membantu diet, kulit pisang dapat digunakan sebagai cream anti nyamuk, membantu sistem syaraf, dapat membantu perokok untuk menghilangkan pengaruh nikotin, stres, mencegah stroke, mengontrol temperatur badan terutama bagi ibu hamil, menetralkan keasaman lambung, dan sebagainya.

Tanaman pisang secara genetis dapat menghasilkan vaksin yang murah dan sebagai alternatif untuk pertahanan anak dari serangan penyakit. Para peneliti sedang mencoba dari pisang untuk memproduksi antigen untuk coating Virus Hepatitis B. Apabila vaksin Hepatitis B tersebut berhasil akan menjadi sangat murah.

Peneliti lain mengembangkan pisang yang dapat membantu dalam melawan penyakit campak/cacar air, penyakit kuning, polio, dan dipteri. Saat ini, peneliti telah mencoba pada relawan, di mana diperlihatkan 10 persen tekanan darah turun dengan mengonsumsi dua buah pisang setiap hari.

Serangan Jantung dan kebiasaan Minum Dingin....

SEKEDAR INFO... COPAS DARI FORUM TETANGGA hehehe

Artikel ini berguna untuk semua.
Bukan saja anjuran meminum air panas selepas makan, tetapi berhubungan dengan SERANGAN JANTUNG!!!!.
Secara logik...., mungkin ada kebenarannya.. Orang-orang China dan Jepang mengamalkan minum teh panas sewaktu makan... dan bukannya air ES. Mungkin sudah tiba masanya kita meniru kebiasaan minum air panas / hangat
sewaktu menikmati hidangan!!!!

Kita tidak akan kehilangan apa-apa... malah
akan mendapat faedah dari kebiasaan ini.

Kepada siapa yang suka minum air ES, artikel ini sesuai untuk anda baca. Memang enak dan segar minum air ES selepas makan, tetapi akan berakibat fatal !!
Walaubagaimanapun, Air ES akan membekukan makanan berminyak
yang baru kita makan. Ia akan melambatkan proses pencernaan kita.
Bila lemak-lemak ini terbentuk di dalam usus, ia akan menyempitkan banyak saluran dan lama kelamaan ia akan menyebabkan lemak berkumpul dan kita semakin gemuk dan menuju ke arah mendapat berbagai PENYAKIT.
Jalan terbaik...adalah untuk minum sup panas atau air PANAS/hangat selepas makan.

:Nota penting tentang SERANGAN JANTUNG!!!

Anda perlu tahu bahwa tanda-tanda serangan jantung akan mulai terasa pada tangan sebelah kiri.
Berhati-hati juga pada permulaan sakit sedikit-sedikit pada bagian atas dada anda.
Anda mungkin tidak akan mengalami sakit dada pada
serangan pertama serangan jantung.
Keletihan dan berkeringat adalah tanda-tanda pada umumnya. Malah 60% pengidap SAKIT JANTUNG tidak bangun selepas tidur.
Marilah kita berwaspada dan berhati-hati.
Lebih banyak kita tahu, lebih cerah peluang kita untuk terus hidup...

22 Maret 2010

KASIH ITU.......

1Kor 13:1-13

Dalam sebuah kesempatan saya tertarik untuk merenungkan sebuah perikop kitab suci. Hati saya tertumbuk pada sebuah perikop yang sudah dikenal banyak orang, khususnya mereka yang akan menikah. Perikop ini biasanya dipilih dan dijadikan sebagai landasan utama sebuah pernikahan. Yang saya maksud adalah surat paulus kepada jemaat di Korintus, 13:1-13, yang berbicara tentang kasih.
Jika orang berbicara tentang kasih, biasanya diasosiasikan dengan kata "cinta”. Bagi saya, pembedaan ini hanya terletak pada masalah bahasa. Keduanya memiliki arti yang kurang lebih sama. Nah, arti kasih yang seperti apa? Pertanyaan itulah yang coba saya jawab dalam tulisan blog kali ini. Berpangkal dari surat paulus ini, saya akan mencoba mendefinisikan kata “kasih”. Anda boleh setuju atau tidak setuju. Tapi saya rasa pada akhirnya nanti anda akan setuju pada saya. Mengapa? Tunggulah sampai akhir tulisan ini. So, happy reading.... ^^


I. Bahasa Manusia (1Kor 13:1-3)
Pada bagian pertama ini Paulus lebih menitik beratkan pada bahasa manusia. Paulus mau menyentuh tindakan-tindakan yang dilakukan manusia kesehariannya dan dikaitkan dengan kasih.

13:1 Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.
Tong kosong nyaring bunyinya. Air beriak tanda tak dalam. Paulus mau menggambarkan bagaimana bahasa, verbal maupun non verbal yang sebagus dan seindah apapun menjadi kosong jika kita tidak melakukannya dengan kasih. Percumalah kata-kata indah, pujian, sanjungan, rayuan-rayuan jika semua tindakan itu tidak dilandasi pertama-tama oleh kasih. Semua itu tidak lebih daripada sampah.

13:2 Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
Ayat ini lebih menyoroti aspek iman dan kognitif manusia. Manusia bisa mencari ilmu pengetahuan setinggi-tingginya. Manusia juga bisa menjadi seorang yang beriman sedalam-dalamnya. Tetapi jika ia melakukannya itu dan tidak melandaskannya pada kasih, Paulus mengatakan: sama sekali tak berguna. Tidak ada gunanya ilmu yang hanya dipakai untuk kehebatan diri sendiri. Pun pula iman yang hanya berlaku untuk keselamatan diri sendiri. Bukankah lebih mulia jika keduanya itu digunakan demi kasih terhadap sesama dan hadirnya Kerajaan Allah di dunia?

13:3 Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.
Ayat terakhir dalam bagian pertama ini mau mencoba menyentuh aspek sosial manusia. Paulus mau mengritik orang-orang yang menderma yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri. Ia mengatakan bahwa seberapa baiknya perbuatan kita, tetapi jika tidak dilandasi kasih, hal itu tidak ada maknanya sama sekali. Begitu pula dengan paham kemartiran. Orang mungkin menyangka mati demi membela iman dapat disebut martir. Tunggu dulu. Apakah pengorbanan diri itu juga bersumber dari kasih yang sama? Kalau hanya demi mencari ketenaran diri dan sensasi buat apa? Lebih mulia seorang ayah yang bekerja keras siang dan malam, agar keluarganya bisa hidup sejahtera.

II. Kasih itu..... (1Kor 13:4-7)
Kita sampai pada maksud utama Paulus. Dalam empat ayat berikut ia mendefinisikan apakah kasih itu? Ia menyajikannya dengan bahasa afirmasi dan negasi. Kasih ia personifikasikan, seolah-olah menjadi sesuatu yang hidup. Dengan menulis surat ini, Paulus menajamkan kembali nilai-nilai kristiani yang sudah ada. Maka, marilah kita merenungkan satu persatu definisi kasih yang dimaksud.

13:4 Kasih itu sabar;
Seringkali yang menyebabkan seorang itu ceroboh adalah ketidaksabaran. Ia tidak bisa menunggu dalam waktu yang lama. Hal ini juga mengakibatkan seseorang keliru dalam mengambil keputusan. Sabar berarti bisa menunggu. Ia mengajak orang untuk tidak reaktif dalam menanggapi suatu peristiwa. Reaktif itu seperti lolongan anjing atau serigala. Begitu satu dari hewan itu melolong, yang lain mengikuti lolongan itu, meskipun tidak tahu lolongan itu untuk apa.
Sabar berarti mampu mengambil jarak terhadap diri kita maupun lingkungan sekitar kita. Berkaitan dengan pilihan, sabar juga diartikan sebagai kemampuan untuk mampu menimbang-menimbang pilihan sebelum mengambil sebuah keputusan. Tidak tergesa-tergesa. Tidak hanya mengandalkan emosi sesaat. Berpikirlah sebelum bertindak.

kasih itu murah hati;
Sebuah barang yang dijual murah biasanya paling dicari oleh banyak orang. Apalagi jika ia juga berkualitas akan makin banyak orang yang mencarinya. Mengapa? Karena barang itu mampu menyentuh dan menerima orang lain, bagaimana pun kondisinya. Ia mampu menyediakan diri bagi mereka yang mampu maupun kurang mampu. Semua lapisan bisa memilikinya.
Sikap murah hati adalah sikap terbuka terhadap siapapun. Hati yang “murah” memampukan kita untuk menerima siapapun, apapun kondisi mereka. Mereka yang tenar, maupun disingkirkan bisa diterima oleh kita yang memiliki sikap murah hati. Kasih itu murah hati, sebab ia membuka hati bagi siapapun dalam kondisi apapun. Ia melampaui segala perbedaan fisik, jenis kelamin, status sosial, suku, agama dan ras.

ia tidak cemburu.
Banyak orang bilang cemburu adalah tanda cinta. Benarkah? Saya kira pernyataan itu harus semakin diverifikasi kebenarannya. Paulus pasti punya alasan mengapa ia mengatakan kasih itu tidak cemburu. Darimana sebenarnya datangnya cemburu? Cemburu muncul ketika seseorang/sesuatu yang seharusnya hanya menjadi milik kita ternyata ikut “dinikmati” oleh orang lain. Dengan kata lain, sesuatu/seseorang itu menjadi terbagi, atau bahkan sepenuhnya menjadi milik orang lain. Ia jauh dari kita saat kita membutuhkannya.
Cemburu memiliki makna lebih dalam daripada makna luaran itu. Cemburu adalah tanda bahwa seorang tidak nyaman dengan apa yang ada dalam dirinya sendiri. Ia kesepian, butuh seseorang/sesuatu untuk mengisi kesepian itu. Kebutuhan ini lantas menjadikan seseorang/sesuatu itu menjadi obyek pemuas kesepian itu. Kasih bukan berarti mendukung kita membiarkan orang lain memiliki apa yang kita punya. Bukan soal itu. Yang mau ditekankan adalah sikap egois diri. Kecemburuan adalah sifat yang selalu mengarah ke dalam diri sendiri. Ia selalu muncul di saat kita ingin nyaman, dan aman, meskipun harus mengorbankan kebebasan dan mengobyekkan orang lain. Cemburu juga menjadi akar sifat posesif. Bukankah seringkali kita cemburu buta, cemburu tanpa tau alasan dan kebenarannya?

Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Kasih selalu mengarah ke luar dari diri. Memegahkan diri dan sombong adalah sifat yang sama sekali bertolak belakang dengan sifat kasih. Seseorang memegahkan diri dan sombong biasanya karena menganggap dirinya hebat, berprestasi, dan lebih dari yang lain. Padahal, semua prestasi itu didapatkan bukan karena hebatnya kita. Tetapi justru karena jasa orang yang pernah ada dalam sejarah hidup kita. Mulai saja dari yang paling mudah. Tidak akan ada orang seperti Albert Einstein di dunia ini jika tidak ada ayahnya yang menanam benih, ibunya yang mengandung dan melahirkannya ke dunia ini. Jadi, masihkah kita buta dan memegahkan diri kita sebegitu rupa?

13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan
Sopan menjadi relatif karena dunia ini terdiri dari tradisi dan budaya yang beragam. Apa yang kita anggap sopan di daerah A, mungkin dianggap melecehkan di daerah B. Oleh karena itu, Paulus tidak menyentuh konsep kesopanan dalam tataran praksis seperti ini. Ia bergerak lebih dalam lagi. Sopan berarti memberi perhatian dan penghargaan terhadap kehadiran orang lain sesuai dengan konteksnya. Saya pernah membaca sebuah artikel. Barrack Obama, presiden AS sekarang, pernah dikritik keras karena menunduk saat bertemu dengan perdana menteri Jepang. Mereka yang mengritik mengatakan bahwa tidak sepantasnya Obama, sebagai pemimpin negara adidaya di dunia merendahkan diri seperti itu. Jika peristiwa ini dikaitkan dengan definisi kasih ini, bagaimana tanggapan anda?

dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Saya rasa definisi kasih itu tidak perlu dijelaskan lebih lanjut. Segala hal yang mengarahkan kepada pemenuhan kepentingan diri sendiri tidak akan pernah masuk ke dalam kategori kasih.

Ia tidak pemarah
Apakah menjadi pemarah berarti menjadi orang yang tidak memiliki kasih? Pertanyaan inilah yang mau dijawab oleh Paulus. Definisi ini bukannya melarang kita untuk marah. Bukan itu. Tidak pemarah lebih menitikberatkan kemampuan kita untuk mengendalikan diri. Sifat pemarah selalu dilawankan dengan kesabaran. Biasanya saat menenangkan orang yang sedang dinaungi kemarahan kita mengatakan, “Sabar dulu, coba sabar ya... “. Sekali lagi definisi ini mengajak kita untuk coba mengambil jarak atas apapun yang terjadi di luar diri kita. Jernihkan pikiran kita sebelum marah. Jika ada alasan yang masuk akal dan bertanggung jawab, dan anda perlu untuk marah, maka marahlah! Saya pun pernah marah, karena saya butuh untuk marah untuk menenangkan murid-murid yang tidak bisa diatur dan kurang ajar.
Ada sebuah analogi. Sebuah botol yang berisi air putih dikocok bersama-sama dengan sebuah botol yang berisi soda/cola. Saat dibuka, air yang berisi air putih akan tetap jernih. Sedangkan botol satunya akan memuncratkan isinya ke berbagai arah. Rangsangan yang sama menimbulkan reaksi berbeda. Botol yang manakah yang menggambarkan diri anda saat ini?

dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Menyimpan kesalahan orang lain adalah sikap yang sangat tidak masuk akal. Bagi saya, tindakan ini sama dengan ketika seseorang meludahi pakaian kita, lalu pakaian itu kita simpan terus menerus alih-alih dicuci. Tindakan ini sangat membuang energi yang sebenarnya dapat dipakai untuk hal berguna lainnya.
Tidak menyimpan kesalahan orang lain juga berarti tidak berpikir negatif terhadap orang lain. Tidak berusaha mencari kesalahan sesama. Tidak membicarakan kejelekan orang. THINK NO EVIL!!!! Gunakanlah energi anda untuk membuat kebaikan.

13:6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Bicara ketidakadilan, kita harus berbicara tentang definisi keadilan. Apa itu adil? Apakah hanya berhenti pada konsep sama rata sama rasa? Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa keadilan sebenarnya harus dipahami secara sederhana. Keadilan berarti kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan (Etika dasar, hlm132. Kanisius: 1987). Jika anda membeli 1 es krim untuk kedua anak anda di rumah. Anda tidak adil karena ada satu anak yang tidak mendapatkan es krim. Lain hal jika anak tersebut sedang pantang es, sakit, atau malah sedang di luar negeri. Situasi yang berbeda menuntut perlakuan yang berbeda.
Kebenaran yang dimaksud Paulus tidak berhenti pada hal hukum. Kebenaran yang harus menjadi pegangan kita adalah pegangan iman yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan lebih tinggi dari hukum apapun di muka bumi ini. Di mana kita bisa mencari kehendak Tuhan? Carilah di Kitab Suci, tentu dengan memperhitungkan konteks dan situasi isi kitab suci itu.
Paulus mengajak kita untuk berdukacita jika kita melihat ketidakadilan. Suara hati kita terusik. Kobarkanlah hati demi kerinduan akan hadirnya kebenaran!!

13:7 Ia menutupi segala sesuatu,
Suatu kali anda kehujanan, tanpa membawa payung maupun jas hujan. Anda sangat kedinginan. Lalu anda masuk ke sebuah warung untuk berteduh. Melihat anda kedinginan, sang pemilik warung menyajikan teh hangat, pisang goreng hangat, gratis. Tidak hanya itu, ia juga meminjamkan handuk untuk anda. Anda merasa sangat aman dan hangat saat itu. Padahal sebelumnya anda merasa kedinginan dan terancam.
Kasih menutupi segala sesuatu. Dalam terjemahan Yunani, kata “menutupi” berarti atap (Yunani: Stego). Dengan kata lain, menutupi berarti melindungi. Kasih berarti mampu melindungi dan memberikan keamanan bagi orang lain secara fisik maupun spiritual. Lebih dari itu, kita mampu menjadi tempat yang aman bagi mereka yang mau berbagi rahasia kehidupannya. Kita bisa menyimpan hal-hal yang memang tidak perlu dimunculkan ke permukaan. Hal inilah yang paling sulit. Godaan yang sering muncul adalah membeberkan rahasia itu kepada orang ketiga. Saya juga belajar banyak untuk bisa melakukan kasih seperti ini.

percaya segala sesuatu,
Dalam hal ini, Paulus tidak menyuruh kita percaya tahayul, seperti roh halus, setan dsb. Ia justru lebih meminta kita untuk mengembangkan sikap batin. Percaya segala sesuatu mengajak kita untuk selalu berpikir positif dan optimis atas apapun juga. Kadang suatu hal terlihat tidak mungkin dilakukan. Tetapi, sikap percaya akan menarik segala hal di dunia ini untuk membantu kita mewujudkan yang tidak mungkin itu. Sikap ini juga menuntut kita untuk tidak curiga terhadap sesuatu, tidak apatis dan skeptis. Ia juga mau menghilangkan pikiran negatif kita yang terwujud dalam kata-kata, “Jangan-jangan nanti begitu.... jangan-jangan nanti begini....”.

mengharapkan segala sesuatu,
Satu-satunya hal yang dapat membuat hidup kita lebih cerah adalah harapan. Harapan menimbulkan sikap optimis dan pantang menyerah untuk mencoba. Ia akan selalu antusias, seberapa besar pun beban yang dihadapinya. Harapan akan membuat seseorang tidak putus asa, selalu mencoba untuk bangkit ketika mengalami kegagalan. Ia juga mampu melihat segala hal positif dalam diri seseorang.

sabar menanggung segala sesuatu.
Dalam hal ini, kasih mengajar kita untuk menanggung konsekuensi/resiko dari pilihan yang telah kita putuskan. Akan menjadi pertanyaan kalau seorang isteri ingin menceraikan suaminya, karena ternyata suaminya adalah seorang yang emosional, pemabuk dan malas untuk bekerja. Padahal dulu ia telah memilih laki-laki itu untuk menjadi suaminya secara bebas dan sadar!! Bagi para siswa dan mahasiswa, sabarlah mengikuti kuliah yang kadang-kadang menjemukan. Untuk menjadi sarjana, tumbuhkan rasa setia, tahan dan sabar dalam mengolah skripsi. Begitu pula jika mau menjadi master maupun doktor. Atau, Saya mau menjadi imam berarti siap untuk taat, miskin dan selibat. It is simple as that... ^^

III. Pengenalan akan kasih yang belum sempurna (1Kor 13: 8-12)
13:8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.
Ada masa di mana pengetahuan akan berakhir, ramalan-ramalan akan berhenti, bahasa-bahasa-bahasa roh akan menjadi tidak berguna. Pengetahuan berhenti ketika segala kehidupan di dunia ini sampai pada waktunya. Sedangkan kasih bersifat kekal. Mengapa kekal? Saya akan membahasnya lebih dalam lagi di bagian kesimpulan.

13:9 Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.
13:10 Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.
13:11 Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.
Apa maksud dari pernyataan Paulus ini? Mengapa dia sampai pada pemahaman soal kanak-kanak? Coba kita bayangkan seperti apakah sifat anak-anak itu? Biasanya, anak-anak paling sulit untuk mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Apa yang ia rasakan saat itu, itulah yang dikeluarkannya. Ketika ia ingin mainan, saat itu pula harus dipenuhi. Saat emosi ia bisa langsung marah, tertawa, atau menangis. Tidak pernah kita mendengar seorang anak yang pandai mengolah emosi. Anak tidak pernah berpikir apakah pakaiannya sopan atau tidak. Ia juga tidak pernah memerhitungkan resiko atau konsekuensi dari pilihan yang diputuskannya. Jika ia suka A, ia akan memilih A biarpun A itu tidak baik di mata orangtuanya. Seorang anak masih belum dapat memberikan perlindungan bagi yang lain. Justru dirinyalah yang membutuhkan perlindungan. Maka, tak jarang kita menyebut anak itu polos, murni dan apa adanya.
Dengan demikian, kita bisa melihat apa yang dimaksud dengan sifat kekanak-kanakan.
Sifat kekanak-kanakan adalah sifat yang berlawanan dari definisi kasih yang sudah kita bahas sebelumnya. Paulus mau menegur umat di Korintus bahwa di antara mereka masih banyak yang masih bersikap kekanak-kanakan. Paulus meminta mereka dewasa dalam iman maupun dalam kepribadian. Hidup dalam kasih berarti hidup dengan penuh kedewasaan. Hidup menurut cara kristiani berarti hidup yang selalu mengarah kepada kematangan kepribadian diri. Kematangan adalah tujuan hidup orang kristen. Mau menjadi dewasa? Usahakan terus hadirnya kasih di dalam diri anda.

13:12 Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.
Dalam Mazmur 1, pemazmur menganalogikan seperti apakah orang benar itu. “Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil”. Manusia adalah seumpama pohon itu. Sedang air yang mengalir adalah sabda Tuhan. Manusia yang membiarkan dirinya dialiri oleh sabda Tuhan akan menghasilkan buah pada waktunya. Seterik apapun matahari menyinarinya, daunnya tidak akan layu. Orang yang hidup dalam nilai-nilai Kristiani janganlah mengharapkan hasil yang sekali jadi. Semuanya butuh proses.
Maka tepat kata Paulus. Pengenalan kita akan kasih di dunia ini belum sempurna. Maka, saya yakin tidak ada satupun orang di dunia ini dapat menjalankan seluruh definisi kasih di atas dengan sempurna. Ada bagian yang bisa kita lakukan, ada yang masih terus kita perjuangkan. Paulus memaklumi hal itu karena kita masih mengenal kasih secara samar-samar. Niscaya, ada saatnya kita akan mengalami kasih dengan sempurna (eskatologis). Yaitu, pada saat kita bertemu dengan Allah, melihat muka dengan muka.

IV. Kesimpulan: yang terbesar adalah kasih (1Kor 13:13)

13:13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.
Kita sampai pada kesimpulan tulisan Paulus. Bagaimana kita mau membahasakan ayat terakhir ini? Mengapa yang terbesar adalah kasih, bukan iman atau harapan? Saya mencoba menjelaskannya dengan sistem perbandingan berikut ini:
Harapan akan selesai ketika harapan itu sudah terpenuhi. Dengan kata lain, harapan akan sampai pada kepenuhannya saat ia didapatkan. Saya berharap untuk mendapatkan nilai A. Saya berjuang terus hingga akhirnya dapat nilai A. Disinilah harapan berhenti.
Iman pun akan selesai ketika kita bertemu dengan siapa yang kita imani. Bagi yang beriman kepada Allah, hal itu akan terwujud ketika kita meninggal. Saat itulah kita akan menghadap Sang Pencipta yang kita imani, muka dengan muka. Iman selesai.
Coba kita bayangkan jika kasih kita perlakukan seperti penjelasan iman. Apakah kasih akan berhenti ketika kita bertemu dengan orang kita kasihi? Apakah cinta akan menjadi luntur ketika kita ada bersama-sama dengan orang yang kita cintai? Jawabannya pasti tidak. Justru kasih akan semakin besar ketika kita bertemu dengan orang yang kita kasihi. Kasih juga menembus batas-batas kematian. Apa alasan orang datang ke makam orang yang dikasihi, membersihkannya, merawatnya dan mendoakannya? Tidak lain karena kita mencintai orang itu, meskipun ia sudah tidak hadir di dunia ini.
Demikianlah, kasih merupakan yang terbesar di antara segala apapun di dunia ini. Kasih selalu mengandaikan iman dan harapan. Kasih itu adalah Allah sendiri. Jika kita menghadirkan kasih, kita menghadirkan Allah. Kasih tidak akan pernah berkesudahan.

Lalu, apa relevansinya bagi kita? Saya hanya mengajak anda untuk merefleksikannya ke dalam pengalaman hidup anda sendiri. Definisi kasih menurut Paulus ini dapat kita gunakan untuk semakin kritis dalam menilai hubungan kita dengan orang lain. Benarkah dia mencintai saya? Ataukah dia hanya sekedar “nafsu” dan memanfaatkan saya sebagai pemuas kepentingannya? Hal itu bisa dinilai dengan melihat sejauh mana pasangan kita menghidupi kasih yang sudah saya bahas di atas. Ini berlaku juga bagi diri kita sendiri. Sejauh manakah aku mengasihi orang lain? Apakah aku sudah menghidupi nilai-nilai kasih di atas? Semoga tulisan ini sedikit banyak membantu anda memahami kasih yang sebenarnya.

Selamat merenungkan. Tuhan memberkati. ^^

16 Maret 2010

Jangan lalai olahraga, dengan alasan apapun!!!!

Guys, gw baru aja mengalami sakit yang aneh. Hampir saja gw mengira kalo gw ini kena asam urat. Hehehe. Selama seminggu sebelum gw nulis blog ini, di daerah Kentungan, Jogja mengalami perubahan cuaca. Tiap sore pasti hujan. Padahal sebelumnya selalu cerah. Dalam kondisi cerah itu, setiap sore hari gw sempatkan untuk olahraga. Entah futsal, joging atau sepedaan. Yang jelas gw harus mengeluarkan keringat. Itu dulu. Tetapi, ketika mulai hujan lagi, terpaksa gw ngedekem di kamar aja. Karena hujan, gw gak bisa sepedaan atau maen futsal. Jadi, waktu untuk olahraga itu gw ganti dengan melakukan hal lain. Tidur lagi, nyuci atau online di kampus.

Jumat, 12 Maret 2010
Sore hari, gw mulai merasakan hal yang aneh dalam diri gw. Saat bertugas menyapu halaman gw ngerasa tubuh ini kok kaku banget. Ada yang gak enak sama badan gw, serasa ada orang yang glendot di punggung gw. Beraaaat. Setelah nyapu, masih ada waktu kosong. Gw pakai waktu itu untuk maen futsal. Kali ini tambah aneh lagi. Saat ngangkat bola atau lari jauh gw ngerasa seluruh bagian kaki (paha dan betis) seperti tersengat setrum, ngilu. Waduuuh... ada apaan nih. Gw pikir, mungkin karena kurang gerak. Jadi, gw terusin maen futsalnya. Dan malam harinya gw tidur seperti biasa beralaskan papan triplek.

Sabtu, 13 Maret 2010
pagi buta, gw bangun!!! Mulai dari pantat sampai ke ujung kaki gw merasakan sakit yang amat sangat. Gw langsung inget kalo masih ada koyo cabe. Maka, dalam kondisi gelap2 seperti itu, gw pasang 2 koyo di pantat kiri dan kanan, 2 koyo di paha belakang kiri dan kanan. Gw berharap untuk tidur lagi, tapi ternyata gak bisa sama sekali!!! Walhasil, gw hanya tidur2an saja sampai bangun pagi itu. Semua acara, termasuk ketemu Rm. Prier, SJ untuk membahas seminar tentang mazmur terpaksa gw cancel. Bahkan untuk menelpon Rm. Prier, SJ gw harus berjalan ke ruang piket depan, dan itu sakitnya minta ampun. Ketika gw cerita kepada temen-temen lain tentang apa yang gw alami, mereka langsung vonis, “Wah, do, lo kena asam urat tuh!!” What????!!! Asam urat? Emang gw makan apaan ampe bisa asam urat? Kayanya gw gak pernah makan aneh2 dah?!!! Adanya terong gw makan, adanya cuma tempe ya gw makan. Ritme hidup gw terjaga kok!!!... Sialnya, betapapun gw menolak vonis itu, mereka tetap mencari hal-hal yang bisa membenarkan kalo gw kena asam urat. Tapi tetap gw gak percaya!!! Asumsi pertama yang muncul dalam pikiran gw adalah karena gw tidur pake triplek. Maka siangnya, gw ambil kasur dari gudang lalu gw pakai untuk tidur. Gw kira, dengan tidur siang di atas kasur bisa meredam rasa sakit pantat dan kaki gw ini. Ternyata tidak!! Sakitnya tetap terus merajalela!!!.. Beruntung hari ini rekoleksi, jadi gw bisa tidur lebih awal. Selesai sesi 1, 21.30 WIB gw langsung tergeletak tidur, sambil sesekali meringis menahan sakit.

Minggu, 14 Maret 2010
Pagi buta!!, kira2 jam 3 pagi. Yes!! Akhirnya sakit di pantat gw ilang.. Tetapi, ketika gw mulai ngulet, alamaaak!! Sekarang punggung kanan gw yang nyeri. Kali ini bener2 nyeri, ngilu, sakit, pegel, semuanya jadi satu. Untung masih ada persediaan koyo. Gw tempel tu koyo di tempat yang sakit sambil bergelap-gelapan. Dan lagi-lagi, usaha gw untuk kembali tidur sirna karena sakit yang gak bisa gw tangani ini. Pagi hari, acara sedikit longgar. Ibadat pagi diatur sendiri-sendiri. Gw jalan ke luar kamar untuk mandi jam 06.00 WIB dengan koyo yang masih nempel di punggung. Gw mandi. Dan gw mulai ngerasa, sepertinya gw masuk angin. Dari gw kecil, obat satu-satunya untuk masuk angin cuma satu, yaitu tato garis merah a.k.a kerokan!! Maka, tanpa pikir panjang, setelah mandi, gw muter nyari balsem plus duit logam 500 perak. Edvra akhirnya ngasih gw balpirik. Langsunglah gw minta tolong kang Heri buat kerokin gw. Dan mulailah proses pembuatan tato itu... Ketika mulai mengerok bagian punggung gw yang sakit, tato garis merah itu segera terbentuk. Merah, bahkan sangat merah dibandingkan bagian yang lain. Brarti emang bener nih, gw masuk angin, dan sudah akut. Setelah kerokan selesai, gw tetap ikut acara rekoleksi seperti biasa. Sesi pagi hari ikut cuma sebentar karena gw gak kuat. Jadi gw milih untuk keluar ruangan dan balik ke kamar untuk tidur. Pada saat misa penutup pun sakitnya belom ilang. Salah satu teman yang memperhatikan gw dari deretan belakang bilang, “do, tadi kamu misa kaya cacing kepanasan gitu, gerak2 terus”. Ya iyalah!!! Itu bergerak karena nahan sakit. Bahkan untuk membuat tanda salib butuh perjuangan ekstra. Hari ini gw lalui dengan cepat, sama seperti kmarin. Maunya cepet2 tidur. Malemnya, sakit di punggung itu menjalar ke depan, ke bagian dada. Langsung gw hajar sendiri deh tu pake uang logam 500. Maaaknyus rasanya ^^

Senin, 15 Maret 2010
Bangun pagi normal, pukul 4.45 pagi. Nyeri punggung masih kerasa. Saat misa gw berpikir untuk pergi ke tukang urut. Tapi gw gak tau tempat tukang urut yang jos. Maka, setelah misa gw tanya-tanya ama temen2 lain kira2 tau gak tempat urut yang enak dan murah. Eh ternyata, mereka malah menyarankan untuk minta tolong diurut sama salah satu karyawan seminari. Ternyata beliau ini sudah jadi tmpat fr2 dan romo2 yang mempunyai masalah pada otot. Gw pun langsung mencari beliau untuk janjian. Beliau bisa untuk membantu malam ini, karena kebetulan juga tugas piket malam. Kami janjian pukul 20.30 WIB.
Hari ini gw sama sekali gak kuliah. Gw cuma butuh istirahat, karena bergerak pun susah. Apalagi nyeri di punggung ini yang benar2 menyita perhatian. Beberapa kali temen2 fr yang lain ngeledekin gw. Ada yang bilang, “orang tua”, “kolesterol”, “kakek” dsb. Padahal gw kan masih umur 19 taun, ga mungkin kena asam urat. Hahahaha, dusta gak ketulungan!! ^^

20.45 WIB.
Akhirnya gw bisa ketemu sama bapak itu. Gw menjelaskan soal gejala-gejala penyakit gw ini. Beliau langsung memvonis dengan tegas, “Frater masuk angin”. Huffffth... bener kan, ternyata emang cuma kena masuk angin. Trus gw disuruh tengkurap, dan mulailah beliau menggerayangi badan gw, mulai dari kaki, pantat, punggung, ampe lengan. Bah, bener2 sakit. Gw cuma bisa teriak-teriak kalo bapak ini neken bagian-bagian yang bikin gw sakit. Tak berapa lama dia ngomong, “wah, frater, ini anginnya masuk dari kaki, trus naik sampai ke punggung”. Gw membatin, kok bisa dari kaki? Aaaaah,,.. gw inget mungkin karena hari jumat siang itu, pas gw tidur siang kipas angin di kamar gw arahin ke kaki. Makanya yang ngilu pertama kali itu kaki gw. Oooohhh, I see, I see ^^. Lalu selama urut itu, gw coba tanya2 soal sebab musabab knapa gw masuk angin.. Ternyata penyebabnya adalah persis seperti yang gw tulis pada awal blog ini. Yaak!! Karena gw lalai untuk olah raga. Otot gw yang terbiasa rutin bergerak tiba-tiba diam untuk jangka waktu yang lama. Akibatnya angin yang masuk tetap tertinggal di otot dan mengkristal. Kristal itulah yang menyebabkan otot “beku” dan mengakibatkan ngilu kalau digerakkan. Padahal jika tetap setia untuk olah raga, angin2 itu dikeluarkan lewat keringat sebelum mengkristal dan membekukan otot2. Plus, beliau juga menyarankan kalo mau olahraga lebih baik mandi dulu. Ini berguna untuk membersihkan kulit, supaya pas olahraga keringat lebih mudah untuk keluar. Jangan mandi saat berkeringat, karena hanya akan membuat otot kaku nantinya. Biarkan keringat hilang secara alami terlebih dahulu sebelum mandi.

Pengalaman ini membuat gw belajar banyak. Manusia memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga kesehatannya sendiri!! Makanya, jangan lalai untuk olahraga, apapun alasannya!!!!

26 Februari 2010

KENTUNGAN – BOROBUDUR – SENDANGSONO

Jumat, 26 Februari 2010

Adalah harapan yang mematahkan keputusasaan



Setelah sekian lama absen, akhirnya kami bikers KAJ di kentungan memiliki kesempatan lagi untuk gowes bareng. Bukan kebetulan, melainkan karena hari ini bertepatan dengan hari libur Maulid Nabi SAW. Kampus pun libur, tidak ada kuliah. Jadi, kami bisa berangkat dari pagi hari. Rencana kali ini, kami akan pergi mengunjungi Gua Maria Sendangsono, Muntilan. Satu tempat peziarahan yang sering dikunjungi oleh umat katolik seluruh Pulau Jawa, bahkan mungkin se-Indonesia. Dan kami akan mendatanginya dengan menggowes sepeda. Orang lain mungkin berpikir kami gila, kurang kerjaan. Ngapain jauh2 ke sana naek sepeda.... Tapi justru, dalam kondisi kegilaan dan kurang kerjaan itu, kami mau menemukan Tuhan... ^^

Seperti biasa, gw, soni dan anes ikut misa pagi dulu di seminari, jam 05.30 WIB. Selesai misa, gw langsung beres-beres perlengkapan. Kali ini gw memilih untuk membawa backpack kecil daripada bagasi dan tasnya. Karena gw pikir perjalanan ini cukup jauh, jadi perlu bobot sepeda yang lebih ringan. Maka sebelum berangkat, gw copot bagasi yang nempel di sepeda dan isinya (ban dalem, pompa, dsb) gw masukkin ke backpack kecil itu. Tidak lupa, gw mampir ke refter untuk ngambil 3 buah pisang, untuk sarapan di jalan. Pukul 06.00 WIB pas!!! Kami berangkat. Sebelumnya kami menyambangi Circle K, untuk membeli coklat untuk sumber energi di jalan. Rute keberangkatan kali ini kami memilih untuk melalui Jl. Magelang, yang sebenarnya merupakan jalan memutar untuk sampai ke sendang sono. Pagi itu, jalan raya besar ini sudah dipenuhi oleh bus-bus antar kota, yang kadang-kadang mengingatkan saya pada Metromini di Jakarta. Ngebut!! dan knalpotnya fogging!!!... Kami mengayuh dengan kecepatan rata-rata 23 km/jam. Satu jam kemudian kami berhenti untuk istirahat pertama, sarapan!!!!



Gw makan dua buah pisang di situ... lumayan!! 10 menit kemudian kami kembali berangkat kembali. Jalan Magelang ini merupakan medan yang sudah membuat gw mengeluarkan banyak tenaga...Tidak seperti jalanan Jakarta yang rata, jalan Magelang ini meliuk-meliuk, sedikit turunan, banyak tanjakan meskipun tidak curam. Tapi hal ini sudah berhasil membuat saya merasakan bahwa saya masih memiliki kaki (baca: kaki mulai pegel), hehehehe. Akhirnya sampai juga di perbatasan Jawa Tengah – Yogyakarta... Kami memutuskan untuk istirahat lagi, daaaan foto-foto pastinya...



Selang tidak beberapa lama, kami melanjutkan perjalanan. Dan ternyata, jalanan ini masih terus menanjak tidak habis-habisnya. Memang ada beberapa bonus turunan, tapi setelah itu tanjakan sudah menunggu di depan. Gw yang menggowes di urutan kedua berusaha menjaga jarak dengan soni yang di depan dan anes yang berada di belakang gw. Tapi karena kontur permukaan yang seperti itu, ditambah kondisi fisik kami yang berbeda (anes mengaku bahwa dia sendiri kurang enak badan saat itu) jarak antar kami pun sempat sangat jauh satu sama lain. Bahkan saat masuk Muntilan saya sempat tidak melihat Soni di depan. Ternyata dia memacu sepedanya dengan full speed... edaan!!! Begitu memasuki Muntilan kota, aspal menjadi halus. Hal ini membuat gw lebih mudah memacu sepeda. Maka, tidak heran gw berhasil memacu sepeda sampai akhirnya menyusul soni dan.... menyalipnya. Sedangkan anes masih tetap menjaga jarak pandang di belakang.... Persis setelah melewati pasar Muntilan, ada hadiah bonus turunan!!!,.. lumayaaan... dan di depan, gw melihat plang penunjuk jalan... Sendangsono ke arah kiri. Maka kami segera masuk ke arah kiri.

Jalan yang kami lalui ini lebih kecil dengan sebelumnya. Aspalnya lebih halus lagi. Kiri dan kanan kami adalah pematang sawah.. daaann... yang membuat gw gembira adalah bahwa kali ini adalah turunan, turunan, dan turunaaan!!! Waaah, kesempatan untuk mengistirahatkan kaki. Praktis... gw jarang mengayuh di jalan ini... Angin sepai-sepoi, membuat gw berharap supaya jalanan ini gak ada ujungnya.... hehehehe... Ngarep!!! Padahal ada ujungnya!!! Dan di ujung itu kami menemukan sebuah penunjuk arah yang akhirnya membuat perjalanan kami lebih panjang....



Sendang sono 12 KM, Borobudur 3 KM.... disponsori oleh indomie!!! Kalau anda jadi kami apa yang ada dalam pikiran anda ketika melihat penunjuk arah ini? ...... Mampir dulu ke Borobudur????.............. PERSIS!!! Hal itulah yang kami lakukan!!! Sebetulnya pada awalnya kami mengikuti arah ke sendangsono, tapi tergoda karena melihat arah sebaliknya adalah Borobudur yang hanya berjarak 3 KM. Gw berpikir untuk kenapa gak skalian mampir ke sana? Jarang2 ke borobudur naek sepeda...hehehehe... dan ternyata hal ini diamini juga oleh soni dan anes... Akhirnya terjadilah!! Kami ke borobudur. Hanya sekitar 15 menit dari penunjuk arah itu sampai ke Borobudur... Cyclometer menginjak angka 40 KM. Sampai di sana, kami memarkir sepeda di luar areal candi, lalu masuk ke dalam... Alamaaakk, tiket masuknya mahal juga... Rp. 17.500 !!!... sial, duit gw di dompet tinggal 16.000. Sebelumnya gw udah pake 10rb buat beli coklat.. Yah, terpaksa pinjem duitnya soni... Son, kas bon dulu yeee hehehehe.... Sampai di sana, kami ngapain lagi selain foto session... dasar narsis!!! Hehehe, cukup rame juga pengunjungnya hari ini.. Iya juga sih, karena libur juga...




Kami langsung menuju stupa utama yang berada di atas candi ini... dan duduk serta foto-foto di sana...




.... Ada pengalaman kocak... Waktu gw ama soni lagi duduk di stupa utama itu, tiba-tiba ada mas2 yang mau foto2 di samping gw.. Spontan dong, gw langsung menyingkir... Eh, tau2nya dia ngomong, “Mas, sini mas foto bareng”. Laaah, apa2an nih? Dan gw langsung mau aja gitu foto bareng dia. Mentang2 gw pake helm speda, sunglasses, plus clana sepeda yang super ketat menonjol di sana sini hehehe. Dia langsung memasang gaya tangan metal \m/.... dan gw sih nyengir aja... CKREKK!!! Trus dia ngucapin terima kasih, dan nyalamin gw!!! Hahahaha... berasa artis gitu gw. Atau jangan2 tu orang......?????? hiiiiiiiiiyyy!!!! Hahahaha.... saat itu pukul 09.30 WIB, matahari mulai naik, terik dan panas. Maka gw ngajak soni buat turun, dan melanjutkan ke sendangsono...

Ah, lapeeeer!!!... Sebelum jalan, kami sarapan nasi dulu di rumah makan sekitar candi. Pesen nasgor ama telor seharga 9000 (mahaL!!!!) plus teh manis hangat... wah segarnya.. Keluar dari Borobudur kami masih sempat mampir di candi mendut yang hanya berjarak 2 km searah menuju sendangsono.. foto-foto lagi!!!


Lalu... GO TO SENDANGSONO!!!

Jarak 12 KM berasa lama sekali. Udah gitu medan yang kami lalu bukan hanya jalan rata, tapi juga (teteup) tanjakan dengan sedikit turunan. Apalagi ketika sudah sampai di jalan kecil menuju gua, kami langsung di sambut dengan tanjakan curam!!! Kali ini, gw gak pake gengsi2 atau pikir2. Gw langsung turun dan TTB (tuntun2 bike). Aseem, betis gw langsung berasa ketarik pas TTB ini,... aduuuh. Tapi harus dipaksain. Apalagi saat itu waktu semakin mendekati siang bolong, dan panas. Selama kami di jalan, banyak mobil-mobil pribadi lalu lalang menuju maupun dari arah sendangsono. Bahkan sempat aja ya!!! Satu mobil avanza berhenti di samping gw waktu TTB. “Mau ikut mas??” Bah.... dari sekian banyak mobil, baru kali ini yang nawarin tumpangan. Tapi begitu gw liat isinya penuh, dan mobil gw ‘hanya’ avanza...dengan halus menolak, “gak usah mas, terima kasih”. Ya iyalah, mo di taro mana sepeda gw???... Lanjut dengan TTB!!! Sempat juga jalan datar, dan gw berani untuk gowes, tapi akhirnya ketemu tanjakan lagi... istirahat dulu deeeehh ^^


Dan sekitar jam 11.45 WIB akhirnya sampai juga di sendangsono!!!. Yang membuat gw terkesan adalah tulisan yang menyambut kami di depan gerbang masuknya..

TUHAN ITU BAIK KEPADA SEMUA ORANG... sponsored by (lagi-lagi) Indomie... Bahkan Tuhan pun makan Indomie... hehehehe ^^.. Tuhan emang baik, akhirnya membuat kami sampai di tempat tujuan awal kami, Gua Maria Sendangsono.. Ga pake pikir panjang, kami langsung cari pendopo, langsung tepar deh di situ bertiga.. sedangkan sepeda kami parkir di bawah pendoponya.


.... Kami istirahat selama 2 jam di pendopo itu... gw sendiri langsung terlelap tidur...zzzzz..



Seiktar pukul 14.00 WIB kami bergegas. Berdoa dulu di depan patung Bunda Maria.... gw sendiri mendoakan orang-orang sebelumnya minta gw untuk doain, sekalian minta kekuatan untuk jalan pulang nanti. Setelah itu foto-foto dulu di depan salib besar yang ada di atas...
.... dan kami kembali pulang.... Untung... jalan yang akan kami lalui sekarang sebagian besar adalah turunan.. hah, akhirnya...^^. Keluar dari gang jalan kecil itu, kami memilih untuk tidak lewat rute keberangkatan. Gw nanya ama mas2 tukang ojek di depan gang itu. Katanya jalan kecil ini bisa nembus ampe jogja. Wah, akhrnya bermodalkan pengetahuan itu, kami berani untuk melalui rute ini – yang sama sekali belum pernah kami lewati dan ketahui sebelumnya.

Tak berapa lama, soni berteriak dari belakang, “Do!! Kalo ada warung berhenti yaa, gw laper!!!” ... Okay... lalu gw liat ada warung sate kambing... heemmmm.. kambing lumayan nambah tenaga nih. Jadilah kami berhenti dan makan di warung itu... pesen, 2 porsi sate kambing @15.000, - plus seporsi tongseng kambing. Nasi? Ambil semena2!!! Hahahaha... Dan ternyata sate dan tongsengnya enak betul!! Kuah tongsengnya kental, dan bumbunya kerasa banget. Udah gitu daging, tongseng maupun satenya empuuuuuk bangaaad... gokil.. hoki banget nih makan di sini. Padahal tadi asal berhenti ajaa... Selesai makan, foto2 lagi.. biar warungnya terekspos niih hehehehe


.... Langsung pulang tancap gowes... saat itu sekitar pukul 16.00 WB.

Tapi lama kelamaan, gw menyadari ko jalan ini panjang banget yaa?? Gw ragu apakah jalan yang gw lalui ini benar. Sempet gw ketemu persimpangan, dan gw nanya ama orang sekitar arah menuju Jogja.... Mereka cuma bilang, “ikutin aja terus jalan ini mas, nanti ketemu Terminal Jombor”. Yaa... terminal bus Jombor, kalo udah sampai di sana, berarti sudah dekat dengan seminari. Tapi makin dikayuh, makin jauh dan membuat gw sempat untuk putus asa. Badan letih, paha sudah mulai kram, jalanan yang sedikit menanjak, haus, di tambah lagi tidak tahu arah. Apalagi gw sendirian di depan. Soni dan Anes tertinggal jauh di belakang. Tidak ada teman untuk menyemangati gw saat itu. Di saat seperti ini, ketika sendirian, lalu muncul rasa mau putus asa... butuh percikan api semangat yang datang bukan dari luar, melainkan dari dalam diri sendiri.. Gw cuma percaya, bahwa jalan ini pasti sampai terminal jombor..... Gw liat alamat daerah2 ini, siapa tau lewat sini lagi. Desa Minggir, desa Mlati, Kecamatan Seyagan, Sleman. Di tengah perjalanan, gw melewati sebuah sungai yang gw yakin pasti ini sambungan dari Selokan Mataram yang melintasi kota jogja. Untuk memastikan, gw nanya sama ibu2 yang juga sedang bersepeda.. “Bu, kalo ke arah jombor itu kemana ya?” / “Lurus aja mas, ikutin jalan ini, nanti sampai” / “Trus kalo sungai ini kemana? Sampai jogja juga ya?”/ “Bener mas, tapi mas sebaiknya ikut jalan lurus ini aja, lebih dekat”. Percaya dengan ibu itu, akhirnya gw meneruskan perjalanan di jalan aspal lurus itu menuju terminal Jombor.

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, terminal Jombor yang gw tuju belum juga terlihat. Rasanya, kali ini gw udah mulai putus asa... sempat berpikir untuk berhenti dan menunggu soni dan anes yang tertinggal di belakang.. Tapi entah mengapa percikan semangat dalam diri gw membuat kaki ini terus mengayuh, terus dan terus sampai entah di mana ujung jalan ini..... Tak berapa lama, gw melihat penunjuk arah (terminal Jombor, lurus terus)...AAAHH!!!! Akhirnya, jalan ini benar!!! Karena sudah mendapat kepastian, gw mampir dulu indomaret buat beli aer minum. Dalam pikiran gw, di dompet masi ada 5000 sisa makan tadi. Makanya gw ambil Mizone di kulkas, terus bawa ke kasir. Pas mau bayar, gw buka dompet dan...... yaaaah!!! Isinya tinggal 2000 peraaaak!!!! Yaaah, gimana nih, malu abis gw... Gw bilang aja, “waduh mas, maap, salah ambil”. Lalu gw ambil lagi tu Mizone, ambil air mineral merk indomaret seharga 1.100... hehehe... Gpp laah, meskipun cuma air mineral.

Begitu tau arah jalan ini sudah benar, semangat gw membesar. Karena semangat ini pulalah yang membuat kaki gw gak berhenti mengayuh. Gw sempet melewati pematang sawah yang indah, pengan foto-foto di situ. Tapi kaki gw skali lagi gak mau berhenti. Ya udah, tancap teruuuuzzz!!! Pukul 17.00 WIB, gw sepertinya mengenali jalan ini... dan benar!!!! Gw sampai juga di terminal jombor!!!!.... Gw bersyukur banget saat itu, seriously!! Mungkin ini terkesan lebay, tapi gw sempet buat tanda salib dan ngomong, “Yesus, makasiiih banget!!!” Di saat badan capek, gak tau arah, mau putus asa, tapi cuma modal semangat, dan yakin bahwa ini adalah jalan benar akhirnya gw menemukan apa yang gw cari... Dipikir2 ini seperti iman juga ya??? Kita gak pernah melihat Tuhan, tapi lantas kita gak pernah berhenti berharap, berdoa, dan yakin bahwa suatu saat kita akan kembali bersama-Nya.... Sampai di jombor, gw gak mengurangi kecepatan... Belok kiri, langsung menyusuri ring road utara... Masuk Jl Kaliurang, dan pada sekitar pukul 17.30 WIB gw akhirnya masuk ke areal seminari tinggi kentungan... PUJI TUHAN!!! Akhirnya gw sampe juga... rontok dah ni badan... Parkir, langsung menuju kamar dan tergeletak sesaat... Lalu gw liat cyclo meter..... WHAT??!!!!


Gila!!! 97,94 KM, hampir 100 Km gw bersepeda hari ini... perjalanan terjauh dan terlama yang pernah gw tempuh... dan hal ini gak akan pernah terjadi kalo gw sendiri gak memiliki kehendak kuat dan semangat yang harus muncul dari dalam diri gw sendiri... ^^

SUMMARY:
Distance: 97, 94 Km
Time (lama waktu bersih): 4 jam 27 menit 43 detik.
Total waktu perjalanan : 06.00 – 17.30 WIB (11,5 jam)
Top Speed: 66 Km/Jam
Avg Speed: 21,9 Km/Jam