"Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." Yoh 4:13-14.
Setiap kali ada romo projo jakarta yang sedang ke jogja – entah dengan tujuan apapun – slalu menyempatkan diri untuk mengunjungi kami, para frater yang sedang studi di jogja. Momen ini biasanya kami gunakan untuk “perbaikan gizi” dengan mengadakan makan bersama di luar seminari dengan romo yang bersangkutan. Sesampainya di restoran, kami memesan apa yang menjadi kesukaan masing-masing. Dan saya, apapun makanannya, minumnya selalu teh manis hangat. Yah ini sekali lagi soal selera. Lidah saya selalu mengatakan nikmat kalo setelah makan sedapat mungkin diakhiri dengan segelas teh manis hangat. Kondisi ini pula yang akhirnya menyebabkan salah satu teman saya berkata, “Do, elo gak dimana-mana minumnya teh manis mulu. Ini mumpung ada yang bayarin, pesen yang beda napa???” Saya cuma bisa tertawa sambil mengatakan, “Ini selera cuy, gak bisa didebat, hehehe”.
Bicara tentang minum meminum, minuman apa sih yang paling kita suka? Adakah efek yang disebabkan oleh minuman itu? Efek positif atau negatif? Orang bilang minum air hangat (daripada dingin) setelah makan akan menurunkan resiko penyakit jantung. Ada lagi yang bilang bahwa minum alkohol terlalu banyak akan menurunkan tingkat kesadaran kita (baca: mabok). Malah ada juga yang bilang bahwa lebih baik tidak makan dari pada tidak minum.
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe. Peribahasa jawa ini dalam bahasa indonesia kira-kira berarti: hidup itu seperti mampir minum. Konon peribahasa ini muncul dari sebuah kebiasaan dalam keluarga jawa. Setiap keluarga dalam kebiasaan jawa biasa menyediakan gentong air di depan rumahnya. Tujuannya sebagai pelepas dahaga bagi para pejalan kaki yang lewat di situ. Mereka dapat sejenak berhenti untuk istirahat dan mampir untuk minum dengan gratis. Jika kebetulan si empunya rumah melihat, bisa jadi akan diajak masuk dan disuguhi lebih dari sekedar air minum. Setelah puas minum, si pejalan kaki akan kembali melanjutkan perjalanannya.
Saat ini agaknya sulit untuk melihat kebiasaan tersebut, bahkan di masyarakat jawa sekarang sekalipun. Pertama, sudah jarang terlihat orang yang berjalan kaki untuk jarak yang jauh. Kedua, rumah-rumah skarang sudah dibentengi dengan pagar tinggi sebagai simbol ketidakpercayaan seorang terhadap yang lain. Ketiga, sekarang ini mana ada hal yang gratis. Bahkan untuk mendapat air bersih pun harus membayar. Tetapi di balik itu, bukan berarti semangatnya tidak bisa kita tiru untuk saat ini.
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe. Hidup itu seperti mampir minum. Yaa, betul. Hidup itu hanya sekedar mampir minum. Hidup hanya untuk sementara sebab nanti kita pun akan kembali melanjutkan perjalanan kita bersama Allah. Maka pertanyaannya, adalah apa yang kita minum selama kita mampir itu?
Kualitas hidup kita nantinya akan dipengaruhi oleh apa yang kita “minum”. Tentu banyak hal yang bisa kita “minum” di dunia ini. Mau “minum” air yang ditawarkan dunia, yang seringkali malah bikin haus dan ketidakpuasan? Atau, “minum” dari Sang Air Kehidupan sendiri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar