Pertanyaan apakah ‘Allah membutuhkan Gereja?’ dapat selalu mengundang perdebatan. Diskursus tentang pertanyaan tersebut akan mempertanyakan Apakah Allah yang Mahadigdaya itu membutuhkan (persekutuan) manusia dalam berkarya. Bukankah hal tersebut bertentangan dengan konsep Allah Mahasegalanya, yang pada diri-Nya sendiri mampu mengatasi hal apapun termasuk masalah-masalah manusia. Pertanyaan ini pula yang menghadirkan diskursus filsafat mengenai teodisea, yakni tentang keadilan Allah. Kalau memang Allah Mahakuasa, mengapa masih ada kejahatan dan keburukan di dunia ini. Tentu banyak jawaban muncul menghadapi persoalan seperti itu. Tulisan ini adalah sedikit interpretasi saya untuk menjawab pertanyaan Apakah Allah membutuhkan Gereja? Mengapa Allah membutuhkan Gereja?
Allah tidak terlihat, sangat luas dan tak terbatas untuk dipahami akal budi manusia. Namun, karena cinta kasih-Nya ia berkenan memperkenalkan diri-Nya kepada manusia, ciptaan-Nya. Untuk masuk dunia manusia dan berziarah bersama manusia, Allah tidak mungkin turun langsung dengan rupa ilahinya. Jika itu terjadi maka dunia akan hancur karena terlalu rapuh untuk menerima ke-Mahakuasaan Allah. Untuk itu Ia mengambil rupa seorang manusia, lahir, hidup, berbuat dan berkata-kata selayaknya seorang manusia. Manusia itu adalah Yesus. Ia adalah firman Allah yang menjadi manusia (Yoh 1). Ia sama seperti manusia kecuali dalam hal dosa (Ibr 4:15). Melalui diri Yesus manusia bisa melihat Allah (Yoh 12:45).
Meskipun tidak menampik bahwa Allah juga mewahyukan diri dalam agama lain, tapi Yesuslah pewahyuan Allah yang utuh yang tidak terdapat di agama lain. Utuh berarti penuh, tidak salah satu. Keutuhan Yesus menyangkut karya, perkataan, perbuatan dan seluruh hidup-Nya. Yesus wafat demi penebusan dosa manusia. Karena ketaatan-Nya kepada Bapa Ia dibangkitkan dan menjadi Kristus. Sampai tiba saat-Nya Yesus Kristus harus kembali kepada Bapa karena memang Ia berasal dari Bapa. Maka, sebelum kenaikan-Nya ke surga ia mengutus para rasul untuk mengajarkan apa yang diperintahkan Yesus kepada mereka (Mat 28:20). Ia akan mengutus Roh Kudus kepada mereka, dan dalam Roh Kudus itulah Yesus menyertai mereka sampai akhir zaman (Luk 24:49).
Perutusan inilah yang dijaga dan dipelihara terus oleh para rasul dan para penggantinya. Berasal dari sebuah tindakan ‘gathering’ para kaum beriman akan Kristus berkumpul, bertekun dalam pengajaran para rasul, memecah-mecahkan roti dan berdoa (Kis 2:42) Mereka tetap terus dengan setia sepanjang sejarah berusaha untuk menjaga perutusan yang diberikan Yesus sendiri – terlepas dari segala kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam Gereja. Kelemahan ada karena Gereja berisikan manusia yang juga lemah. Namun, berkat Roh Kudus yang selalu menyucikan Gereja berusaha untuk selalu setia.
Dengan demikian jelaslah mengapa Allah membutuhkan Gereja. Allah menghendaki manusia selamat dan bersatu kembali dengan diri-Nya dalam kerajaan-Nya. Allah sebenarnya mampu bertindak langsung untuk menyelamatkan manusia. Namun, atas kebebasan-Nya, Allah tidak mau karena Ia dan manusia berada dalam ranah yang berbeda. Inilah jawaban mengapa masih ada keburukan yang terjadi di dunia ini. Hal itu ada bukan karena absensi Allah, melainkan karena sifat ciptaan dunia ini yang tidak sempurna. Maka keburukan adalah realitas yang tidak terhindarkan dari sifat tak sempurna itu. Allah dan manusia hanya dapat bertemu dalam keabadian, bukan dalam kefanaan. Untuk itu, Allah membutuhkan peran serta dari pihak manusia dalam proses keselamatan ini. Gerejalah yang mengambil alih peran serta itu karena legitimasi yang diberikan oleh Yesus Kristus sendiri. Dengan demikian, antara Allah dan Gereja berlaku prinsip subsidiaritas. Ketika Gereja tidak lagi mampu menjalankan tugasnya, Allah akan mengambil alih. Bersyukurlah bahwa Gereja sampai saat ini masih mampu menjalankan tugas perutusannya sehingga Allah masih belum perlu untuk menyelesaikan semuanya. Kapan itu terjadi? Siapa yang tahu. Yang bisa kita lakukan sekarang sebagai kaum beriman Kristiani (Gereja) adalah mengenangkan peristiwa penebusan misteri salib Kristus dan sepanjang sejarah mengantisipasi kedatangan Yesus sesuai janji malaikat kepada kita. Kita mengenangkan itu dalam Perayaan Ekaristi dan mengantisipasi dalam karya kehidupan kita.
"Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kis 1:11)
hemmmmm... bagus... hehe
BalasHapuslo ngerti gak na???
BalasHapusemmmm.. ngerti gak ya?? menurut lo gimana? hehehehhe :p
BalasHapus