Dalam katekesenya tentang penderitaan St. Yohanes Maria Vianney (selanjutnya akan disebut YMV) menegaskan mengenai cara pandang kita dalam melihat penderitaan. Menurutnya, ada dua sikap dalam menghadapi penderitaan. Pertama, dalam penderitaan bersikap seperti penyamun yang baik. Kedua, sebaliknya, bersikap seperti penyamun yang jahat. Penderitaan yang sama dijalani dengan dua sikap yang saling bertolak belakang. Yang pertama tahu bagaimana menjadikan penderitaannya mendatangkan manfaat, dijalani dengan semangat silih dan berpaling kepada Yesus yang tersalib. Sedangkan yang kedua, menyerukan kutukan terhadap penderitaan yang dialaminya.
Dengan kata lain, ada dua macam cara menghadapi penderitaan: menderita dengan cinta, dan menderita tanpa cinta. Perbedaan di antara keduanya terletak dalam relasi cinta dengan Tuhan. Dengan mencintai Tuhan kita akan mencintai salib-salib kita betapapun beratnya. Kita patut mencinta sementara kita menderita, dan menderita sementara kita mencinta. Ketika Allah yang baik mengirimkan salib-salib kepada kita, spontan kita biasanya akan menolak, mengeluh, bersungut-sungut, ingin ditempatkan di kotak yang penuh dengan kapas. Padahal, sebaliknya kita harus ditempatkan di dalam kotak penuh dengan duri. Penderitaan yang nyaman, bukan lagi sebuah penderitaan.
YMV menegaskan bahwa hal yang membuat kita sakit dalam memikul salib hanya terjadi pada langkah awal. Langkah awal itu adalah ketika kita takut akan salib-salib kita sendiri. Padahal apapun sikap kita, seberapa keras kita menghindar saliblah yang akan memeluk kita erat-erat. Daripada menghindar, lebih baik cintai salib-salib itu. Salib akan memurnikan diri kita, menyingkirkan segala penghalang di hati, membantu kita melewati hidup, dan yang paling utama salib akan memersatukan kita dengan Kristus. Segala penderitaan itu akan menjadi sangat manis apabila kita menderita dalam persatuan dengan Kristus.
Bagi YMV, menderita hanyalah sekejap saja. Jika kita akhirnya dapat pergi ke surga, pastilah kita akan mengerti nilai masa-masa penderitaan ini. Fitnah, tentangan, hantaman yang dialami YMV dalam pelayanan tidak membuatnya patah arang. Justru, hal-hal seperti itu yang membuatnya semakin merasakan rahmat dan kebahagiaan dalam mencintai salib. Ia selalu percaya bahwa salib-salib itu berasal dari Tuhan sebagai cara kita untuk membuktikan kasih kita kepada-Nya.
Kamu mengatakan bahwa “Tuhan pasti tau kelemahan saya, tapi kenapa Dia selalu menguji saya dengan kelemahan2 saya?” Sahabat, persis di sinilah inti mengapa Tuhan memberimu cobaan. Dalam doa bapa kami memang disebutkan “janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan”. Bagi kita itu adalah pencobaan, tapi belum tentu bagi Bapa. Maka, saya mau mengatakan bahwa saya ingin berusaha memahami apa yang kamu alami. Saya memang tidak bisa berbuat yang konkret, tapi saya akan selalu berdoa untukmu setiap hari agar kamu selalu diberi kekuatan dalam menjalani hidup. There is no such thing as coincidence. Yang ada adalah rencana dan kehendak Allah. Itu yang saya percaya dan akhirnya membuat saya kuat melalui segala ujian dan cobaan. Do you believe it too?
“I guess there’s a plan for all of us. I had to die... twice, just to figure that out. Like the book says, God works in His mysterious ways. Some people like it, some people don’t.” (John Constantine).
About Me
- reynaldo.antoni
- Kaliurang, Jogjakarta, Indonesia
- seorang pria biasa, yang mencoba memaknai seluruh hidupnya dengan luar biasa....
06 Desember 2009
01 Desember 2009
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe
"Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." Yoh 4:13-14.
Setiap kali ada romo projo jakarta yang sedang ke jogja – entah dengan tujuan apapun – slalu menyempatkan diri untuk mengunjungi kami, para frater yang sedang studi di jogja. Momen ini biasanya kami gunakan untuk “perbaikan gizi” dengan mengadakan makan bersama di luar seminari dengan romo yang bersangkutan. Sesampainya di restoran, kami memesan apa yang menjadi kesukaan masing-masing. Dan saya, apapun makanannya, minumnya selalu teh manis hangat. Yah ini sekali lagi soal selera. Lidah saya selalu mengatakan nikmat kalo setelah makan sedapat mungkin diakhiri dengan segelas teh manis hangat. Kondisi ini pula yang akhirnya menyebabkan salah satu teman saya berkata, “Do, elo gak dimana-mana minumnya teh manis mulu. Ini mumpung ada yang bayarin, pesen yang beda napa???” Saya cuma bisa tertawa sambil mengatakan, “Ini selera cuy, gak bisa didebat, hehehe”.
Bicara tentang minum meminum, minuman apa sih yang paling kita suka? Adakah efek yang disebabkan oleh minuman itu? Efek positif atau negatif? Orang bilang minum air hangat (daripada dingin) setelah makan akan menurunkan resiko penyakit jantung. Ada lagi yang bilang bahwa minum alkohol terlalu banyak akan menurunkan tingkat kesadaran kita (baca: mabok). Malah ada juga yang bilang bahwa lebih baik tidak makan dari pada tidak minum.
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe. Peribahasa jawa ini dalam bahasa indonesia kira-kira berarti: hidup itu seperti mampir minum. Konon peribahasa ini muncul dari sebuah kebiasaan dalam keluarga jawa. Setiap keluarga dalam kebiasaan jawa biasa menyediakan gentong air di depan rumahnya. Tujuannya sebagai pelepas dahaga bagi para pejalan kaki yang lewat di situ. Mereka dapat sejenak berhenti untuk istirahat dan mampir untuk minum dengan gratis. Jika kebetulan si empunya rumah melihat, bisa jadi akan diajak masuk dan disuguhi lebih dari sekedar air minum. Setelah puas minum, si pejalan kaki akan kembali melanjutkan perjalanannya.
Saat ini agaknya sulit untuk melihat kebiasaan tersebut, bahkan di masyarakat jawa sekarang sekalipun. Pertama, sudah jarang terlihat orang yang berjalan kaki untuk jarak yang jauh. Kedua, rumah-rumah skarang sudah dibentengi dengan pagar tinggi sebagai simbol ketidakpercayaan seorang terhadap yang lain. Ketiga, sekarang ini mana ada hal yang gratis. Bahkan untuk mendapat air bersih pun harus membayar. Tetapi di balik itu, bukan berarti semangatnya tidak bisa kita tiru untuk saat ini.
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe. Hidup itu seperti mampir minum. Yaa, betul. Hidup itu hanya sekedar mampir minum. Hidup hanya untuk sementara sebab nanti kita pun akan kembali melanjutkan perjalanan kita bersama Allah. Maka pertanyaannya, adalah apa yang kita minum selama kita mampir itu?
Kualitas hidup kita nantinya akan dipengaruhi oleh apa yang kita “minum”. Tentu banyak hal yang bisa kita “minum” di dunia ini. Mau “minum” air yang ditawarkan dunia, yang seringkali malah bikin haus dan ketidakpuasan? Atau, “minum” dari Sang Air Kehidupan sendiri?
Setiap kali ada romo projo jakarta yang sedang ke jogja – entah dengan tujuan apapun – slalu menyempatkan diri untuk mengunjungi kami, para frater yang sedang studi di jogja. Momen ini biasanya kami gunakan untuk “perbaikan gizi” dengan mengadakan makan bersama di luar seminari dengan romo yang bersangkutan. Sesampainya di restoran, kami memesan apa yang menjadi kesukaan masing-masing. Dan saya, apapun makanannya, minumnya selalu teh manis hangat. Yah ini sekali lagi soal selera. Lidah saya selalu mengatakan nikmat kalo setelah makan sedapat mungkin diakhiri dengan segelas teh manis hangat. Kondisi ini pula yang akhirnya menyebabkan salah satu teman saya berkata, “Do, elo gak dimana-mana minumnya teh manis mulu. Ini mumpung ada yang bayarin, pesen yang beda napa???” Saya cuma bisa tertawa sambil mengatakan, “Ini selera cuy, gak bisa didebat, hehehe”.
Bicara tentang minum meminum, minuman apa sih yang paling kita suka? Adakah efek yang disebabkan oleh minuman itu? Efek positif atau negatif? Orang bilang minum air hangat (daripada dingin) setelah makan akan menurunkan resiko penyakit jantung. Ada lagi yang bilang bahwa minum alkohol terlalu banyak akan menurunkan tingkat kesadaran kita (baca: mabok). Malah ada juga yang bilang bahwa lebih baik tidak makan dari pada tidak minum.
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe. Peribahasa jawa ini dalam bahasa indonesia kira-kira berarti: hidup itu seperti mampir minum. Konon peribahasa ini muncul dari sebuah kebiasaan dalam keluarga jawa. Setiap keluarga dalam kebiasaan jawa biasa menyediakan gentong air di depan rumahnya. Tujuannya sebagai pelepas dahaga bagi para pejalan kaki yang lewat di situ. Mereka dapat sejenak berhenti untuk istirahat dan mampir untuk minum dengan gratis. Jika kebetulan si empunya rumah melihat, bisa jadi akan diajak masuk dan disuguhi lebih dari sekedar air minum. Setelah puas minum, si pejalan kaki akan kembali melanjutkan perjalanannya.
Saat ini agaknya sulit untuk melihat kebiasaan tersebut, bahkan di masyarakat jawa sekarang sekalipun. Pertama, sudah jarang terlihat orang yang berjalan kaki untuk jarak yang jauh. Kedua, rumah-rumah skarang sudah dibentengi dengan pagar tinggi sebagai simbol ketidakpercayaan seorang terhadap yang lain. Ketiga, sekarang ini mana ada hal yang gratis. Bahkan untuk mendapat air bersih pun harus membayar. Tetapi di balik itu, bukan berarti semangatnya tidak bisa kita tiru untuk saat ini.
Urip Kuwi Mung Mampir Nggombe. Hidup itu seperti mampir minum. Yaa, betul. Hidup itu hanya sekedar mampir minum. Hidup hanya untuk sementara sebab nanti kita pun akan kembali melanjutkan perjalanan kita bersama Allah. Maka pertanyaannya, adalah apa yang kita minum selama kita mampir itu?
Kualitas hidup kita nantinya akan dipengaruhi oleh apa yang kita “minum”. Tentu banyak hal yang bisa kita “minum” di dunia ini. Mau “minum” air yang ditawarkan dunia, yang seringkali malah bikin haus dan ketidakpuasan? Atau, “minum” dari Sang Air Kehidupan sendiri?
Langganan:
Postingan (Atom)